KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM DAGANG
(Wetboek van Koophandel voor Indonesie)
S. 1847-23.
by: http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kuhd.htm
Anotasi:
Seluruhnya
KUHD ini berlaku untuk golongan Timur Asing bukan Tionghoa dan golongan
Tionghoa, kecuali dengan perubahan redaksional pasal 396; S. 1924-556, pasal 1,
B; S. 1917-129, pasal I sub 21.
KETENTUAN UMUM.
Pas. 1. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Selama
dalam Kitab Undang-undang ini terhadap Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak
diadakan penyimpangan khusus, maka Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku
juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam K-itab Undang-undang ini. (AB. 15;
KUHPerd. 1617, 1774, 1878; KUHD 15, 79 dst., 85, 119, 168a, 286, 296, 747,
754.)
Alinea
kedua gugur berdasarkan S. 1938-276.
B U K U� K E S A T U : DAGANG PADA
UMUMNYA.
Berdasarkan
S. 1938-276 yang berlaku mulai pada 17 Juli 1938 maka Bab I tentang Pedagang dan Perbuatan Dagang (pasal 2 sld 5) telah dihapus.
BAB II. PEMBUKUAN.
Pasal 6.
������ (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Setiap orang yang menjalankan perusahaan diwajibkan untuk menyelenggarakan
catatan-catatan menurut syarat-syarat perusahaannya tentang keadaan hartanya
dan tentang apa yang berhubungan dengan perusahaannya, dengan cara yang
sedemikian sehingga dari catatan-catatan yang diselenggarakan itu sewaktu-waktu
dapat diketahui semua hak dan kewajibannya. (KUHD 35, 66, 86, 96, 348; KUHP 396
dst.)
Ia
diwajibkan dalam enam bulan pertama dari tiap-tiap tahun untuk membuat neraca
yang diatur menurut syarat-syarat perusahaannya dan menandatanganinya sendiri.
(KUHPerd. 1881.)
Ia
diwajibkan menyimpan selama tiga puluh tahun, buku-buku dan surat-surat di mana
ia menyelenggarakan catatan-catatan dimaksud dalam allnea pertama beserta
neracanya, dan selama sepuluh tahun, surat-surat dan telegram-telegram yang
diterima dan salinan-salinan surat-surat dan telegiram-telegram yang
dikeluarkan. (KUHD 35.)
Pasal 7.
������ (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Untuk
kepentingan setiap orang, hakim bebas untuk memberikan kepada pemegang-buku,
kekuatan bukti sedemikian rupa yang menurut pendapatnya harus diberikan pada
masing-masing kejadian yang� khusus.
(KUHPerd. 1881; KUHD 12, 35, 67, 86.)
Pasal 8.
������ (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Sewaktu pemeriksaan perkara di sidang pengadilan berjalan, hakim dapat
menentukan atas permintaan atau karena jabatannya, kepada masing-masing pihak
atau kepada salah satu pihak untuk membuka bukubuku yang diselenggarakan,
surat-surat dan naskah-naskah yang harus dibuat atau disimpan oleh mereka
menurut pasal 6 alinea ketiga, agar dapat dilihat di dalamnya atau dibuat
petikan-petikannya sebanyak yang dibutuhkan berkenaan dengan soal yang
dipersengketakan.
Hakim
dapat mendengar para ahli mengenai sifat dan isi surat-surat yang
diperlihatkan, baik pada sidang pengadilan maupun dengan cara seperti yang
diatur dalam pasal-pasal 215 sampai dengan 229 Reglemen Acara Perdata. (Rv.)
Dari
tidak dipenuhinya perintahnya itu, hakim bebas untuk mengambil kesimpulan yang
sebaiknya menurut pendapatnya. (KUHPerd. 1888, 1915 dst.; KUHD 67.)
Pasal 9.
������ Bila buku-buku, naskah atau
surat-surat berada di tempat lain daripada tempat kedudukan hakim yang
mengadili perkara itu, maka ia dapat mengamanatkan kepada hakim dari tempat
lain untuk menyelenggarakan pemeriksaan yang dikehendaki terhadap hal itu dan
membuat berita acara tentang pendapat-pendapatnya serta mengirimkannya. (RO.
33; KUHD 35.)
10
dan 11. Dihapus dg. S. 1927-146.
Pasal 12.
������ (s.d.u. dg. S. 1927-146; S.
1938-276.) Tiada seorang pun dapat dipaksa untuk memperlihatkan
pembukuarinya kecuali untuk mereka yang mempunyai kepentingan langsung sebagai
ahli waris, sebagai pihak yang berkepentingan dalam suatu� persekutuan, sebagai pesero, sebagai
pengangkat Pimpinan perusahaan atau pengeloIa dan akhirnya dalam hal
kepailitan. (KUHPerd. 573, 1082; KUHD 35, 67.)
13.
Dihapus dg. S. 1927-146.
BAB III. BEBERAPA JENIS PERSEROAN.
Bagian 1. Ketentuan-ketentuan Umum.
14. Dihapus dg. S. 1938-276.
Pasal 15.
������ (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Perseroan-perseroan yang disebut dalam bab ini dikuasai oleh perjanjian
pihak-pihak yang bersangkutan, oleh Kitab Undang-undang ini dan oleh Kitab Undang-undang
Hukum Perdata. (KUHPerd. 1618 dst., KUHD 1.
Bagian 2. Perseroan Firma Dan Perseroan Dengan Cara meminjamkan Uang
Atau Disebut Perseroan Komanditer.
Pasal 16.
������ (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Perseroan Firma adalah suatu perseroan yang didirikan untuk melakukan
suatu usaha di bawah satu nama bersama. (KUHD 19 dst., 22 dst., 26-11, 29; Rv.
6-5o, 8-2 o, 99.)
Pasal 17.
������ Tiap-tiap pesero kecuali yang
tidak diperkenankan, mempunyai wewenang untuk bertindak, mengeluarkan dan
menerima uang atas nama perseroan, dan mengikat perseroan kepada pihak ketiga,
dan pihak ketiga kepada perseroan. tindakan-tindakan yang tidak bersangkutan
dengan perseroan, atau yang bagi para pesero menurut perjanjian tidak berwenang
untuk mengadakannya, tidak dimasukkan dalam ketentuan ini. (KUHPerd. 1632,
1636, 1639, 1642; KUHD 20, 26, 29, 32.)
Pasal 18.
������ Dalam perseroan firma tiap-tiap
pesero bertanggungjawab secara tanggung-renteng untuk seluruhnya atas
perikatan-perikatan perseroannya. (KUHPerd. 1282, 1642, 1811.)
Pasal 19.
������ Perseroan yang terbentuk dengan
cara meminjamkan uang atau disebut juga perseroan komanditer, didirikan antara
seseorang atau antara beberapa orang pesero yang bertanggung-jawab secara
tanggung-renteng untuk keseluruhannya, dan satu orang atau lebih sebagai
pemberi pinaman uang.
Suatu
perseroan dapat sekaligus berwujud perseroan firma terhadap pesero-pesero firma
di dalamnya dan perseroan komanditer terhadap pemberi pinjaman uang. (KUHD. 16,
20, 22 dst.)
Pasal 20.
������ Dengan tidak mengurangi
kekecualian yang terdapat dalam pasal 30 alinea kedua, maka nama pesero
komanditer tidak boleh digunakan dalam firma. (KUHD 19-21.)
Pesero
ini tidak boleh melakukan tindakan pengurusan atau bekerja dalam perusahaan
perseroan tersebut, biar berdasarkan pemberian kuasa sekalipun. (KUHD 17, 21,
32.)
Ia
tidak ikut memikul kerugian lebih daripada jumlah uang yang telah dimasukkannya
dalam perseroan atau yang harus�
dimasukkannya, tanpa diwajibkan untuk mengembalikan keuntungan yang
telah dinikmatinya. (KUHPerd. 1642 dst.)
Pasal 21.
Pesero
komanditer yang melanggar ketentuan-ketentuan alinea pertama atau alinea kedua
dari pasal yang lain, bertanggungjawab secara tanggung-renteng untuk seluruhnya
terhadap semua utang dan perikatan perseroan itu. (KUHD 18.)
Pasal 22.
������ Perseroan-perseroan firma harus
didirikan dengan akta otentik, tanpa adanya kemungkinan untuk disangkalkan
terhadap pihak ketiga, bila akta itu tidak ada. (KUHPerd. 1868, 1874, 1895,
1898; KUHD 1, 26, 29, 31.)
Pasal 23.
������ para pesero firma diwajibkan
untuk mendaftarkan akta itu dalam register yang disecliakan untuk itu pada
keparliteraan raad van justitie (pengadilan negeri) daerah hukum tempat
kedudukan perseroan itu. (Ov. 82; KUHPerd. 152; KUHD 24, 27 dst., 30 dst., 38
dst.; S. 1946-135 pasal 5.)
Pasal 24.
������ Akan tetapi para pesero firma
diperkenankan untuk hanya mendaftarkan petikannya saja dari akta itu dalam
bentuk otentik. (KUHD 26, 28.)
Pasal 25.
������ Setiap orang dapat memeriksa
akta atau petikannya yang terdaftar, dan dapat memperoleh sahnannya atas biaya
sendiri. (KUHD 38; S. 1851-27 pasal 7.)
Pasal 26.
������ (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Petikan
yang disebut dalam pasal 24 harus memuat:
10.��� nama, nama kecil,
pekerjaan dan tempat tinggal para pesero firma;
20.��� pernyataan firmanya
dengan menunjukkan apakah perseroan itu umum, ataukah terbatas pada suatu
cabang khusus dari perusahaan tertentu, dan dalam hal terakhir, dengan
menunjukkan cabang khusus itu; (KUHD 17.)
30.��� penunjukan para
pesero, yang tidak diperkenankan bertandatangan atas nama firma;
40.��� saat mulai berlakunya
perseroan dan saat berakhirnya;
50.��� dan selanjutnya,
pada umumnya, bagian-bagian dari perjanjiannya yang harus dipakai untuk
menentukan hak-hak pihak ketiga terhadap para pesero. (KUHD 27 dst.)
Pasal 27.
������ Pendaftarannya harus diberi
tanggal dari hari pada waktu akta atau petikannya itu dibawa kepada panitera.
(KUHD 23.)
Pasal 28.
������ Di samping itu para pesero
wajib untuk mengumumkan petikan aktanya dalam surat kabar resmi sesuai dengan
ketentuan pasal 26. (Ov. 105; KUHPerd. 444, 1036; KUHD 29, 38.)
Pasal 29.
������ (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Selama
pendaftaran dan pengumuman belum terjadi, maka perseroan firma itu terhadap
pihak ketiga dianggap sebagai perseroan umum untuk segala� urusan, dianggap didirikan untuk waktu yang
tidak ditentukan dan dianggap tiada seorang pesero pun yang dilarang melakukan
hak untuk bertindak dan bertandatangan untuk firma itu.
Dalam
hal adanya perbedaan antara yang didaftarkan dan yang diumumkan, maka terhadap
pihak ketiga berlaku ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan pasal yang lalu
yang dicantumkan dalam surat kabar resmi. (KUHPerd. 1916; KUHD 30 dst., 39.)
Pasal 30.
������ Firma dari suatu perseroan yang
telah dibubarkan dapat dilanjutkan oleh seorang atau lebih, baik atas kekuatan
perjanjian pendiriannya maupun bila diizinkan dengan tegas oleh bekas pescro
yang namanya disembut di situ, atau bila dalam hal adanya kematian, para ahli
waiisnya tidak menentangnya, dan dalam hal itu ulituk membuktikannya harus
dibuat akta, dan mendaftarkannya dan mengumumkannya dalam surat kabar resmi atas
dasar dan dengan cara yang ditentukan dalam pasal 23 dan berikutnya, serta
dengan ancaman hukuman yang tercantum dalam pasal 29.
Ketentuan
pasal 20 alinea pertama tidak berlaku, jikalau pesero yang mengundurkan diri
sebagai pesero firma menjadi pesero komanditer. (KUHPerd. 1651, KUHD 26.)
Pasal 31.
������ Pembubaran sebuah perseroan
firma sebelum waktu yang ditentukan dalam perjanjian, atau terjadi karena
pelepasan diii atau penghentian, perpanjangan waktu setelah habis waktu yang
ditentukan, demikian puia segala�
perubahan yang diadakan dalam petia4ian yang asfi yang berhubungan
dengan pihak ketiga, diadakanjuga dengan akta otentik, dan terhadap ini berlaku
ketentuan-ketentuan pendaftaran dan pengumuman dalam surat kabar resmi seperti
telah disebut.
Kelalaian
dalam hal itu mengakibatkan, bahwa pembubaran, pelepasan diri, penghentian atau
perubahan itu tidak berlaku terhadap pihak ketiga.
Terhadap
kelalaian mendaftarkan dan mengumumkan dalam hal perpanjangan waktu perseroan,
berlaku ketentuan-ketentuan pasiti 29. (KUHPerd. 1646 dst.; KUHD 22, 26, 30.)
Pasal 32.
������ Pada pembubaran perseroan, para
pesero yang tadinya mempunyai hak mengurus harus membereskan urusan-urusan
bekas perseroan itu atas nama firma itu juga, kecuali bila dalam perjanjiannya
ditentukan lain , atau seluruh pesero (tidak termasuk para pesero komanditer)
mengangkat seorang pengurus lain dengan pemungutan suara seorang demi scorang
dengan suara terbanyak.
Jika
pemungutan suara macet, raad van justitie mengambil keputusan sedemikian yang
menurut pendapatnya paling layak untuk kepentingan perseroan yang dibubarkan
itu. (KUHPerd. 1652; KUHD 17, 20, 22, 31, 56; Rv. 6-50, 99.)
Pasal 33.
������ Bila keadaan kas perseroan yang
dibubarkan tidak mencukupi untuk membayar utang-utang yang telah dapat ditagih,
maka mereka yang bertugas untuk membereskan keperluan itu dapat menagih uang
yang seharusnya akan dimasukkan dalam perseroan oleh tiap-tiap pesero menurut
bagiannya masing-masing. (KUHD 18, 22.)
Pasal 34.
������ Uang yang selama pemberesan
dapat dikeluarkan dari kas perseroan, harus dibagikan sementara. (KUHD 33.)
Pasal 35.
������ Setelah pemberesan dan
pembagian itu, bila tidak ada perjanjian yang menentukan lain, maka buku-buku
dan surat-surat yang dulu menjadi milik perseroan yang dibubarkan itu tetap ada
pada pesero yang terpilih dengan suara terbanyak atau yang ditunjuk oleh raad
van justitie karena macetnya pemungutan suara, dengan tidak mengurangi
kebebasan para pesero atau para penerima hak untuk melihatnya. (KUHPerd. 1801
dst., 1652, 1885; KUHD 12, 56.)
Bagian 3. Perseroan Terbatas.
(Mengenai Maskapai Andil Indonesia dan perubahan Perseroan Terbatas menjadi
�Maskapai Andil Indonesia, lihat
S. 1939-569.)
Pasal 36.
������ (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Perseroan
terbatas tidak mempunyai firma, dan tak memakai nama salah seorang atau lebih
dari antara para pesero, melainkan mendapat namanya hanya dari twuan perusahaan
saja.
(s.d,u.dg.
S. 1937-572.) Sebelum perseroan tersebut dapat
didirikan, akta pendiriannya atau rencana pendiriannya harus disampaikan kepada
Gubernur Jenderal (dalam hal ini Presiden) atau penguasa yang ditunjuk oleh
Presiden untuk memperoleh izinnya.
Untuk
tiap-tiap perubahan syarat-syarat dan untuk perpanjangan waktu perseroan, harus
juga terdapat izin seperti itu. (KUHD 3 dst., 37, 51; Rv. 99; S. 1870-64.)
Pasal 37.
������ (s.d.u. dg. S. 1937-572.) Bila
perseroan itu tidak bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum,
dan selain itu tidak ada keberatankeberatan yang penting terhadap pendiriannya,
pun pula aktanya tidak memuat ketentuan-ketentuan yang berlawanan dengan
hal-hal yang diatur dalam pasal 38 sampai dengan pasal 55, maka izinnya
diberikan.
Bila
izin itu tidak diberikan, alasan-alasannya diberitahukan kepada para pemohon
agar diketahuinya, kecuab sekiranya pemberitahuan itu dianggap tidak
seyogyanya.
Pemberian
izin itu, bila ada alasan-alasannya, dapat digantungkan pada syarat bahwa
perseroan itu akan bersedia dibubarkan, bila menurut pertimbangan Gubernur
Jenderal (dalam hal ini Menteri Kehakiman) hal itu dianggap perlu untuk
kepentingan umum.
Bila
izin itu diberikan tanpa syarat, maka perseroan tidak dapat dibubarkan atas
kekuasaan umum, kecuali setelah Hooggerechtshof (kini: Mahkamah Agung), yang
pendapatnya dalam hal ini harus didengar, menyatakan, bahwa para pengurusnya
telah tidak memenuhi ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat akta perseroan itu.
(AB. 23; KUHPerd. 1335, 1653; KUHD 45, 50.)
Pasal 38.
������ Akta perseroan itu harus dibuat
dalam bentuk otentik dengan ancaman akan batal. (KUHD 22 dst., 42, 48 dst., 52
dst., 56, 58.)
(s.d.u.
dg. S. 1923-548, 594; S. 1937-572.) para pesero
diwajibkan untuk mendaftarkan akte itu dalam keseluruhannya beserta izin yang
diperolehnya dalam register yang diadakan untuk itu pada panitera raad van
justitie dari daerah hukum tempat kedudukan perseroan itu, dan mengumumkannya
dalam surat kabar resmi. (Ov. 82, 105; KUHD 23; S. 1946-135.)
SegaIa
sesuatu yang tersebut di atas berlaku terhadap perubahan-perubahan dalam
syarat-syarat, atau pada perpanJangan waktu perseroan.
Ketentuan-ketentuan
pasal 25 berlaku juga terhadap ini.
Pasal 39.
������ Selama peadaftaran dan
pengumuman seperti yang termaktub dalam pasal yang lalu belum terjadi, maka
para pengurus atas perbuatan mereka, terikat secara pribadi untuk
keseluruhannya terhadap pihak ketiga. (KUHD 45, 47.) 40. Modal perseroan dibagi
atas sahain-saham atau Sero-sero atas nama atau blangko.
para
pesero atau pemegang saham atau sero tidak bertanggung jawab lebih daripada
jumlah penuh saham-saham itu. (KUHD 42, 47, 50 dst.)
Pasal 41.
������ Tiada sero atau sabam blangko
dapat dikeluarkan sebelum jumlah sepenuhnya disetor dalam kas perseroan.
(KUHPerd. 1977; KUHD 43; Rv. 6-7.)
Pasal 42.
������ Dalam akta ditentukan cara
bagaimana sero-sero atau saham-sahan atas nama dioperkan; hal itu dapat
dilakukan dengan Pemberitahuan suatu pernyataan kepada para pengurus dari
Pesaro bersangkutan dan pihak peneiima pengoperan, atau dengan pernyataan
seperti itu yang dimuat dalam buku-buku perseroan itu dan ditandatangani oleh
atau atas nama kedua belah pihak. (KUHPerd. 613 dst., 1977.)
Pasal 43.
������ Bila jumlah penuh sero atau
saham demikian belum disetor, para pesero aslinya,� atau ahli waris mereka atau mereka yang
memperoleh hak, tetap bertanggungjawab atas penyetoran jumlah yang terutang
pada perseroan, kecuali bila pengurus dan para komisaris, bila ini ada,
menyatakan dengan tegas persetujuan mereka untuk menerima baik penerima hak
yang baru itu, dan demikian pesero lama menjadi bebas dari egaIa tanggungjawab.
(KUHPerd. 833, 955, 1417; KUHD 41.)
Pasal 44.
������ Perseroan itu diurus oleh para
pengurus, para pesero, atau lain-lainnya�
yang diangkat oleh para pesero, dengan atau tanpa menerima upah, dengan
atau tanpa pengawasan komisaris.
para
pengurus tak dapat diangkat dengan cara yang tidak dapat ditarik kembali.
(KUHPerd. 1636, 1814 dst.; KUHD 17, 38, 52, 54 dst.)
Pasal 45.
������ para pengurus tidak
bertanggungiawab lebih daripada untuk menunaikan sebaik-baiknya tugas yang
diberikan kepada mereka; mereka tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap
pihak ketiga atas perikatan perseroan.
Akan
tetapi bila mereka melanggar suatu ketentuan dalam akta atau perubahan
syarat-syaratnya yang diadakan kemudian, maka mereka terhadap pihak ketiga
bertanggungjawab masing-masing secara tanggung-renteng untuk keseluruhannya
untuk kerugian-kerugian yang diderita oleh pihak ketiga karenanya. (KUHPerd.
1800 dst.; KUHD 39, 47, 55.)
Pasal 46.
������ Perseroan terbatas itu harus
didirikan untukiangka waktu tertentu, dengan tidak mengurangi kemungkinan untuk
memperparoangnya, setiap kaii setelah waktu itu lampau. (KUHPerd. 1646-l'; KUHD
38.)
Pasal 47.
������ Bila nyata bagi para pengurus,
bahwa telah diderita kerugian sebesar lima puluh persen dari modal perseroan,
maka mereka berkewajiban untuk mengumumkannya dalam register yang
diselenggarakan untuk itu pada kepaniteraan raad van justitie, dan demikian
pula dalam surat kabar resmi.
Bila
kerugian itu berjumiah twuh puluh lima persen, maka perseroan itu demi hukum
bubar, dan para pengurus bertanggungiawab terhadap pihak ketiga atas
perjanjian-perjanjian yang telah mereka adakan setelah mereka tahu atau harus
mereka tahu tentang kerugian itu. (KUHD 39, 45, 48.)
Pasal 48.
������ Untuk menghindari pembubaran
menurut peraturan tersebut di atas, aktanya harus memuat ketentuan-ketentuan
untuk membentuk kas cadangan yang dapat digunakan untuk menutupi kekurangan
uang itu untuk sebagian atau untuk seluruhnya. (KUHD 49.)
Pasal 49.
������ Dalam akta itu tidak boleh
diperjanjikan bunga tetap.
Pembagian-pembagiannya harus� diambil
dari pendapatan setelah dipotong dengan segala�
pengeluaran.
Akan
tetapi dapat diadakan perjanjian, bahwa pembagian-pembagian itu tidak akan
melebihi suatu jumlah tertentu. (KUHD 48, 55.)
Pasal 50.
������ (s.d.u. dg. S. 1937-572; S.
1938-161.) Izin termaksud dalam pasal 36 tidak akan
diberikan, kecuali bila ternyata bahwa para pendiri pertama bersama-sama
mewakili paling sedikit seperlima dari modal perseroan; selanjutnya akan
ditentukan suatu jangka waktu, dimana sisa sero-sero atau saham-saham harus
sudah ditempatkan.
Jangka
waktu itu atas permohonan para pendiri selalu dapat diperpanjang oleh Gubernur
Jenderal (dalam hal ini Presiden) atau oleh pejabat yang berwenang atas
penunjukan Presiden berdasarkan pasal 36 alinea kedua. (KUHD 36 dst.)
Pasal 51.
������ Perseroan itu tidak akan dapat
mulai berjalan sebelum paling sedikit sepuluh persen dari modal bersama
disetor. (KUHD 41, 50.)
Pasal 52.
������ Bila pekerjaan para komisaris
hanya terbatas pada pengawasan terhadap para pengurus, dan dengan demikian sama
sekali tidak ikut serta dalam pengurusan, maka mereka dalam akta dapat diberi
kuasa untuk memeriksa dan mengesahkan perhitungan dan pertanggungjawaban para
pengurus, atas nama para pesero.
Dalam
hal yang sebaliknya, pemeriksaan dan pengesahan itu harus dilakukan oleh para
pesero atau orang-orang yang ditunjuk dalam akta. (KUHD 43 dst., 54 dst.)
Pasal 53.
������ Pada perseroan asuransi atas
benda-benda tertentu harus� ditentukan
dalam akta suatu maksimum, yang tidak boleh dilampaui untuk mengasuransikan
telah menyerahkan kepada keputusan para pengurus, dengan atau tanpa para suatu
benda yang sama, kecuali para pesero dalam akta dengan perjanjian tegas
komisaris. (KUHD 246 dst., 253.)
Pasal 54.
(s.d.u.t. dg. UU No. 4/1971, LN. 1971-20.)
(1)��� Hanya pemegang saham yang
berhak mengeluarkan suara.
Setiap
pemegang saham sekurang-kurangnja berhak mengeluarkan satu suara.
(2)��� Dalam hal modal perseroan
terbagi dalam saham-saham dengan harga nominal yang sama, maka setiap pemegang
saham berhak mengeluarkan suara sebanyak djumlah saham yang dimilikinja.
(3)��� Dalam hal modal perseroan
terbagi dalam saham-saham dengan harga nominal yang berbeda, maka setiap
pemegang saham berhak mengeluarkan suara sebanjak kelipatan dari harga nominal
saham yang terkecil dari perseroan terhadap keseluruhan djumlah harga nominal
dari saham yang dimiliki pemegang.
Sisa
suara yang belum mencapai satu suara tidak diperhitungkan.
(4)��� Pembatasan mengenai banjaknja
suara yang berhak dikeluarkan oleh pemegang saham dapat diatur dalam akta
pendirian, dengan ketentuan bahwa seorang pemegang saham tidak dapat
mengeluarkan lebih dari enam suara apabila modal perseroan terbagi dalam
seratus saham atau lebih, dan tidak dapat mengeluarkan lebih dari tiga suara
apabila modal perseroan terbagi dalam kurang dari seratus saham.
(5)��� Tidak seorang pengurus atau
komisaris dibolehkan bertindak sebagai kuasa dalam pemungutan suara.
Pasal 55.
������ para pengurus diwajibkan setiap
tahun membuat laporan tentang laba dan rugi yang diperoleh atau diderita dalam
tahun yang telah lampau.
Laporan
itu dapat dilakukan, baik dalam rapat umum, maupun dengan mengirimkan suatu daftar
kepada masing-masing pesero, ataupun dengan menyediakan suatu perhitungan untuk
diperiksa dan memberitahukannya kepada para pesero, dengan jangka waktu
tertentu yang ditetapkan dalam akta. (KUHD 52; Rv. 764 dst.)
Pasal 56.
������ Perseroan yang dibubarkan
dibereskan oleh para pengurus, kecuali bila dalam akta hal itu ditentukan cara
lain. (KUHD 32 dst.; Rv. 99, 539-571.) Ketentuan pasal 35 berlaku untuk hal
ini.
57
dan 58.� Dihapus dg. s. 1938-276.
BAB IV. BURSA PERDAGANGAN, MAKELAR DAN KASIR.
Bagian 1. Bursa Perdagangan.
Pasal 59.
������ Bursa perdagangan adalah
pertemuan para pedagang, juragan kapal, makelar, kasir dan orang-orang lain
yang bersangkut-paut dengan perdagangan.
Hal
itu diselenggarakan atas kekuasaan Gubernur Jenderal (dalam hal ini Menteri Keuangan).
(KUHPerd. 1156; KUHD 61; Rv. 595-31.)
Pasal 60.
������ Dari perundingan-perundingan
dan kesepakatan-kesepakatan yang diadakan pada bursa disusunlah
ketentuan-ketentuan kurs-kurs wesel, harga barang-barang dagangan,
asuransi-asuransi dan muatan janji laut, biaya pengangkutan laut dan darat,
obligasi dalam dan luar negeri, dana-dana, dan surat-surat berharga lainnya
yang� dapat digunakan untuk menetapkan
kurs.
Kurs-kurs
atau harga-harga yang bermacam-macam itu disusun menurut peraturan atau
kebiasaan setempat. (KUHPerd. 389, 398, 1077, 1155, 1427; KUHD 15 13 , 262, 621
dst.)
Pasal 61.
������ Jam mulai diadakan dan
berakhirnya bursa, dan segala� sesuatu
yang berkenaan dengan ketertibannya yang baik diatur oleh Gubernur Jenderal
(dalam hal ini Menteri Keuangan) dengan peraturan tersendiri.
Bagian 2. Makelar.
Pasal 62.
������ (s.d.u. dg. S. 1906-335;
1938-276.) Makelar adalah pedagang perantara yang diangkat oleh Gubernur
Jenderal (dalam hal ini Presiden) atau oleh penguasa yang oleh Presiden
dinyatakan berwenang untuk itu.� Mereka
menyelenggamkan perusahaan mereka dengan melakukan pekerjaan seperti yang
dimaksud dalam pasal 64 dengan mendapat upah atau provisi tertentu, atas amanat
dan atas nama orang-orang lain yang dengan mereka tidak terdapat hubungan kerja
tetap.
Sebelum
diperbolehkan melakukan pekerjaan, mereka harus bersumpah di depan raad van
justitie di mana Ia termasuk dalam daerah hukumnya, bahwa mereka akan
menunaikan kewajiban yang dibebankan dengan jujur. (KUHPerd. 1078; KUHD 59, 71
dst., 681; S. 1920-69.)
Pasal 63.
������ Perbuatan-perbuatan para
pedagang perantara yang tidak diangkat dengan cara demikian tidak mempunyai
akibat yang lebih jauh daripada apa yang ditimbulkan dari� perjanjian pemberian amanat. (KUHPerd. 389,
1155, 1792 dst.; KUHD 67 dst.)
Pasal 64.
������ Pekerjaan makelar terdiri dari
mengadakan pembelian dan penjualan untuk majikannya atas barang-barang
dagangan, kapal-kapal, saham-saham dalam dana umum dan efek tainnya dan
obligasi, surat-surat wesel, surat-surat order dan surat-surat dagang tainnya, menyelenggarakan
diskonto, asuransi, perkreditan dengan jaminan kapal dan pemuatan kapal,
perutangan uang dan lain sebagainya. (KUHPerd. 1078; KUHD 62, 681 dst.)
Pasal 65.
������ Pengangkatan makelar adalah
umum, yaitu dalam segala� bidang, atau
dalam akta pengangkatan disebutkan bidang atau bidang-bidang apa saja pekerjaan
makelar itu boleh dilakukan.
Dalam
bidang atau bidang-bidang di mana ia menjadi makelar, Ia tidak diperbolehkan
berdagang, baik sendiri maupun dengan perantaraan pihak lain, ataupun bersama-sama
dengan pihak-pihak lain, ataupun secara berkongsi, ataupun menjadi penjamin
perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan perantaraan mereka. (KUHD 62, 64, 71
dst.; KUHPerd. 1468 dst.)
Pasal 66.
������ para makelar diwajibkan untuk
segera mencatat setiap perbuatan yang dilakukan dalam buku-saku mereka, dan
selanjutnya setiap hari memindahkannya ke dalam buku-harian mereka, tanpa
bidang-bidang kosong, garis-garis sela, atau catatan-catatan pinggir, dengan
menyebutkan dengan jelas nama-nama pihak-pihak yang bersangkutan, waktu
perbuatan atau waktu penyerahan, sifatnya, jumlahnya dan harga barangnya, dan
semua persyaratan perbuatan yang dilakukan. (KUHD 6.)
Pasal 67.
������ para makelar diwajibkan untuk
memberikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan setiap waktu dan begitu mereka
ini menghendaki, petikan-petikan dari buku mereka yang berisi segala� sesuatu yang mereka catat berkenaan dengan
perbuatan yang menyangkut pihak tersebut. (KUHD 12.)
Hakim
dapat memerintahkan para makelar untuk membuka buku-bukunya di hadapan pengadilan
untuk mencocokkan petikan-petikan yang dikeluarkan dengan aslinya, dan mereka
dapat menuntut pewelasan tentang itu. (KUHPerd. 1905.)
Pasal 68.
������ Bila perbuatannya tidak
seluruhnya dipungkiri, maka catatan-catatan yang dipindahkan oleh makelar dari
buku-sakunya ke buku-hariannya merupakan bukti antara pihak-pihak yang
ber-sangkutan mengenai waktu, dilakukannya perbuatan dan penyerahannya,
inengenai sifat-sifat danjumlah barangnya, mengenai harga beserta
syarat-syaratnya yang menjadi dasar pelaksanaan perbuatan itu. (KUHD 66.)
Pasal 69.
������ Bila tidak dibebaskan oleh
pihak-pihak yang bersangkutan, maka para makelar harus menyimpan contoh dari
tiap-tiap partai barang yang telah dijual atas dasar contoh dengan perantaraan
mereka, hingga pada waktunya terselenggara penyerahan, dengan dibubuhi catatan
yang cukup untuk mengenalinya.
Pasal 70.
������ Setelah menutup jual-beli surat
wesel atau efek lain semacam itu yang dapat diperdagangkan, makelar
menyerahkannya kepada pembeh, bertanggung jawab atas kebenaran tanda tangan
penjual yang ada di atasnya. (KUHD 65, 100, 110-113, 178, 187, 506 dst.)
Pasal 71.
������ para makelar yang bersalah
karena melanggar salah satu ketentuan yang diatur dalam bagian ini, sejauh
mengenai mereka, akan dihentikan sementara dari tugasnya oleh kekuasaan umum
yang mengangkat mereka, menurut keadaan, atau dihentikan dari jabatannya,
dengan tidak mengurangi hukuman-hukuman yang ditentukan untuk itu, demikian
pula penggantian biaya-biaya, kerugiankerugian dan bunga-bunga yang menjadi
kewajibannya sebagai penerima amanat. (KUHPerd. 1801, 1803; KUHD 62, 65 dst.,
69.)
Pasal 72.
������ Seorang makelar dihentikan
sementara dari tugasnya oleh keadaan pailit, dan kemudian dapat dihentikan dari
jabatannya oleh hakim.
Dalam
hal pelanggaran larangan yang termuat dalam pasal 65 alinea kedua, seorang
makelar yang telah dinyatakan pailit, harus dipecat dari jabatannya. (KUHD 62,
71.)
Pasal 73.
������ Makelar yang telah dihentikan
dari jabatannya tak dapat sama sekali dikembalikan ke dalam jabatannya. (KUHD
71 dst.)
Bagian 3. Kasir.
Pasal 74.
������ Kasir adalah orang yang
diserahi kepercayaan untuk menyimpan dan membayarkan uang dengan mendapat upah
atau provisi tertentu. (KUHPerd. 1694 dst., 1792 dst., 1812; KUHD 6 dst., 59.)
Pasal 75.
������ Seorang kasir yang menangguhkan
pembayarannya atau jatuh pailit dianggap karena kesalahannya sendiri
menjatuhkan usahanya. (KUHPerd. 1916.)
BAB V. KOMISIONER, EKSPEDITUR, PENGANGKUT DAN JURAGAN KAPAL YANG
MENGARUNGI SUNGAI-SUNGAI DAN PERAIRAN PEDALAMAN.
Bagian 1. Komisioner.
Pasal 76.
������ (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Komisioner
adalah orang yang menyelenggarakan perusahaannya dengan melakukan
perjanjian-perjanjian atas namanya sendiri atau firmanya, dan dengan mendapat
upah atau provisi tertentu, atas order dan atas beban pihak lain. (KUHPerd.
1792 dst.; KUHD 6 dst, 62, 79, 85a.)
Pasal 77.
������ Komisioner tidak berkewajiban
untuk memberitahukan kepada orang dengan siapa ia bertindak tentang yang
menanggung beban tindakannya itu.
Ia
langsung bertanggungjawab terhadap sesama rekan dalam perjanjian seolah-olah
tindakan itu urusannya sendiri. (KUHPerd. 1802; KUHD 78, 85a, 240, 262.)
Pasal 78.
������ Pemberi amanat tidak mempunyai
hak tagihan terhadap pihak dengan siapa komisioner bertindak, seperti halnya
pihak yang bertindak dengan komisioner tidak dapat menuntut pemberi amanat.
(KUHPerd. 1799.)
Pasal 79.
������ Akan tetapi bila seorang
komisioner telah bertindak atas nama pemberi amanat, maka hak-hak dan
kewajiban-kewajibannya, juga terhadap pihak ketiga, diatur oleh
ketentuan-ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata dalam Bab "Pemberian
Amanat".
Ia
tidak mempunyai hak mendahului seperti dimaksud dalam pasal-pasal berikut.
(KUHPerd. 1792 dst., 1812; KUHD 80 dst.)
Pasal 80.
������ Untuk tagihan-tagihan terhadap
pemberi amanat sebagai komisioner, demikian pula dalam hal uang yang telah
dibayarkan lebih dahulu, bunga-bunga, biaya-biaya dan provisi-provisi, demikian
juga untuk perikatan-perikatannya yang masih berjalan, komisioner mempunyai hak
mendahului atas barang-barang yang telah dikirim kepadanya oleh pemberi amanat untuk
dijual, atau untuk disimpan sampai penentuan lebih lanjut, atau yang telah
dibeli olehnya untuk pemberi amanat dan telah diterimanya, selama barang-barang
itu masih ada dalam kekuasaannya.
Hak
mendahului ini mengalahkan segala� hak
lainnya, kecuah dari pasal 1139-10 dari Kitab Undang-undang Hukum
Perdata. (KUHPerd. 1134, 1139-41, 51 dan 7'; KUHD 81 dst., 85, 85a.)
Pasal 81.
������ Bila barang-barang yang
dimaksud dalam pasal 80 dijual dan diserahkan atas nama pemberi amanat, maka
komisioner membayar pada dirinya sendiri jumlah tagihan-tagihannya yang ada hak
mendahuluinya menurut pasal tersebut, yang diambilkan dari hasil penjualannya.
(KUHPerd. 1425 dst.; KUHD 85a.)
Pasal 82.
������ Bila pemberi amanat telah
mengirimkan barang-barang kepada komisioner, dengan amanat untuk menyimpannya
sampai ketentuan lebih lanjut atau membatasi kekuasaan komisioner untuk
menjualnya, atau bila amanat untuk menjualnya sudah dihapus, dan yang disebut
pertama tidak memenuhi tagihan-tagihan komisioner� terhadapnya yang diberi hak mendahului oleh
pasal 80, maka dengan memperlihatkan surat-surat bukti yang perlu, atas surat
permohonan sederhana komisioner dapat memperoleh izin dari raad van justitie
tempat tinggalnya untuk menjual barang-barang itu seluruhnya atau sebagian
dengan cara yang ditentukan dalam surat keputusan hakim.
Komisioner
tersebut berkewajiban untuk memberitahukan kepada pemberi amanat baik tentang
permohonan izin itu, maupun tentang penjualan yang telah terjadi berdasarkan
izin itu paling lambat hari berikutnya, bila tiap-tiap hari ada pos ataupun
telegrap, atau kalau tidak demikian, dengan pos pertama yang berangkat.� Pemberitahuan dengan telegrap atau dengan
surat tercatat berlaku sebagai pemberitahuan yang sah. (KUHPerd. 1366 dst.)
Pasal 83.
������ Seorang komisioner yang untuk
pemberi amanat telah membeli barang-barang dan menerimanya, dapat diberi kuasa
oleh raad van justitie tempat tinggalnya dengan cara seperti ditentukan dalam
pasal di atas untuk menjual barangbarang itu, bila pemberi amanat tidak
memenuhi tagihan-tagihan komisioner itu terhadapnya dan yang menurut pasal 80
diberi hak mendahului.
Alinea
terakhir pasal 82 berlaku terhadap hal ini. (KUHD 81, 85a.)
Pasal 84.
������ (s.d.u. dg. S. 1906-348.) Dalam
hal pailitnya pemberi amanat, maka ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 56, 57
dan 58 peraturan kepailitan mengenai pihak pemegang gadai atau pihak yang
berutang berlaku bagi dan terhadap komisioner,
Penundaan
pembayaran yang diberikan kepada pihak pemberi amanat tidak menjadi halangan
baginya untuk menggunakan wewenang-wewenang yang diberikan kepadanya oleh
pasal-pasal 81, 82 dan 83.
Pasal 85.
������ Pemberian wewenang-wewenang
tersebut dalam pasal 81, 82 dan 83 sama sekali tidak mengurangi hak menahan
yang diberikan kepada komisioner oleh pasal 1812 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata. (KUHD 76-79.)
Pasal 85a.
(s.d.t.
dg. S. 1938-276.) Bila seseorang atas namanya sendiri
atau firmanya dan dengan mendapat upah atau provisi tertentu, atas order dan
atas beban orang lain, mengadakan perjanjian tanpa menjadikannya sebagai perusahaan,
maka terhadapnya bertaku juga pasal-pasal 77, 78, 80 sampai dengan 85, 240 dan
241. (KUHD 6 dst., 76; KUHPerd. 1792, 1794.)
Bagian 2. Ekspeditur.
Pasal 86.
������ Ekspeditur adalah seseorang
yang pekerjaannya menyelenggarakan pengangkutan barang-barang dagangan dan
barang-barang lain di darat atau di perairan.
������ Ia diwajibkan membuat
catatan-catatan dalam register harian secara berturut-turut tentang sifat dan
jumlah barang-barang atau barang-barang dagangan yang� harus diangkut, dan bila diminta, juga tentang
nilainya. (KUHPerd. 1139-71, 1147, 1792 dst.; KUHD 6 dst., 76, 90, 95.)
Pasal 87.
������ Ia harus menjamin pengiriman
dengan rapi dan secepatnya atas barang-barang dagangan dan barang-barang yang
telah diterimanya untuk itu, dengan mengindahkan segala� sarana yang dapat diambilnya untuk menamin
pengiriman yang baik. (KUHPerd. 1244, 1367, 1800 dst.; KUHD 88.)
Pasal 88.
������ Ia juga harus menanggung
kerusakan atau kehilangan barang-barang dagangan dan barang-barang sesudah
pengirimannya yang disebabkan oleh kesalahan atau keteledorannya. (KUHD 91
dst.)
Pasal 89.
������ Ia harus juga menanggung
ekspeditur-perantara yang digunakannya. (KUHPerd. 1803.)
Pasal 90.
������ Surat muatan merupakan
perjanjian antara pengirim atau ekspeditur dan pengangkut atau juragan kapal,
dan meliputi selain apa yang mungkin menjadi persetujuan antara pihak-pihak
bersangkutan, seperti misalnya jangka waktu penyelenggaraan pengangkutannya dan
penggantian kerugian dalam hal kelambatan, juga meliputi:
10.��� nama dan berat atau
ukuran barang-barang yang harus diangkut beserta merek-mereknya dan
bilangannya;
20.��� nama yang dikirimi
barang-barang itu;
30.��� nama dan tempat
tinggal pengangkut atau juragan kapal;
40.��� jumlah upah
pengangkutan;
50.��� tanggal
penandatanganan;
60.��� penandatanganan
pengirim atau ekspeditur.
Surat
muatan harus dicatat dalam daftar harian oleh ekspeditur. (KUHD 86, 454 dst.,
506.)
Bagian 3. Pengangkut Dan Juragan Kapal Melalui Sungai-sungai
Dan Perairan Pedalaman.
Pasal 91.
������ para pengangkut dan juragan
kapal harus bertanggungjawab atas semua kerusakan yang terjadi pada
barang-barang dagangan atau barang-barang yang telah diterima untuk diangkut,
kecuali hal itu disebabkan oleh cacat barang itu sendiri, atau oleh keadaan di
luar kekuasaan mereka,.atau oleh kesalahan atau ketalaian pengirim atau
ekspeditur sendiri. (KUHPerd. 1139-71, 1147, 1246, 1367, 1617; KUHD 87 dst.,
93, 95, 98, 342 dst., 533, 693.)
Pasal 92.
������ Pengangkut atau juragan kapal
tidak bertanggung jawab atas kelambatan pengangkutan, bila hal itu disebabkan
oleh keadaan yang memaksa. (KUHPerd.1245; KUHD 87.)
Pasal 93.
������ Setelah pembayaran upah
pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barang yang telah diangkut atas
dasar pesanan diterima, maka gugurlah segala�
hak untuk menuntut kerugian kepada pengangkut atau juragan kapal dalam
hal kerusakan atau kekurangan, bila cacatnya waktu itu dapat ditihat dari luar.
������ Jika kerusakan atau
kekurangannya tidak dapat dilihat dari�
luar, dapat dilakukan pemeriksaan oleh pengadilan setelah barang-barang
itu diterima, tanpa membedakan sudah atau belum dibayar upah pengangkutan,
asalkan pemeriksaan itu diminta dalam waktu dua kali dua puluh empat jam
setelah penerimaan, dan temyata barang-barang itu masih dalam wujud yang
semula. (KUHD 485 dst., 746,753.)
Pasal 94.
������ (s.d. u. dg. S. 1925-497.) Bila
terjadi penotakan penerimaan barang-barang dagangan atau barang-barang lainnya,
atau timbul perselisihan tentang hal itu, ketua Raad van Justitie, atau bila
tidak ada, hakim karesidenan ataujika Ia tidak ada, terhalang atau tidak di
tempat, maka kepaIa pemerintahan setempat memerintahkan, atas surat pennohonan
sederhana untuk diambil tindakan-tindakan seperlunya guna pemeriksaan
barang-barang itu oleh ahli-ahli, setelah pihak lainnya, bila Ia berada di
tempat itu juga, didengar, dan dengan demikian pula dapat memerintahkan juga
untuk menyimpannya secara memuaskan, agar dari itu dapat dibayarkan upah
pengangkutan dan biaya-biaya lainnya kepada pengangkut dan juragan kapal.
������ Raad van justitie atau Hakim
Karesidenan atau KepaIa Daerah setempat berwenang dengan cara seperti
ditentukan di atas untuk memberi kuasa menual di depan umum barang-barang yang
mudah rusak atau sebagian dari barang-barang itu untuk memenuhi pembayaran upah
pengangkutan dan biaya lain. (KUHD 81, 493 dst.)
Pasal 95.
������ Semua hak-menuntut terhadap
ekspeditur, pengangkut ataujuragan kapal berdasarkan kehilangan barang-barang
seluruhnya, kelambatan penyerahan, dan kerusakan pada barang-barang dagangan
atau barang-barang, kedaluwarsanya pengiriman yang dilakukan dalam wilayah
Indonesia, selama satu tahun dan selama dua tahun dalam hal pengiriman dari
Indonesia ke tempat-tempat lain, bila dalam hal hilangnya barang-barang,
terhitung dari hari waktu seharusnya pengangkutan barang-barang dagangan dan
barang-barangnya selesai, dan dalam hal kerusakan dan kelambatan penyampaian,
terhitung dari hari waktu barang-barang itu seharusnya akan sampai di tempat
tujuan.
������ Kedaluwarsa ini tidak berlaku
dalam hal adanya penipuan atau ketidakjujuran. (KUHPerd. 1967; KUHD 86 dst.,
91, 93.)
Pasal 96.
������ Dengan tidak mengurangi hal-hal
yang mungkin diatur dalam peraturan khusus, maka ketentuan-ketentuan bagian ini
berlaku pula terhadap para pengusaha kendaraan umum di darat dan di air.� Mereka berkewajiban menyelenggarakan
registrasi untuk barang-barang yang diterimanya.
������ Bila barang-barang itu terdiri
dari� uang, emas, perak, permata,
mutiara, batubatu mulia, efek-efek, kupon-kupon atau surat-surat berharga lain
yang semacam itu, maka pengirim berkewajiban untuk memberitahukan rdlai barang-barang
itu, dan Ia dapat menuntut pencatatan hal itu dalam register tersebut.
������ Bila pemberitahuan itu tidak
terjadi, maka dalam hal terjadinya kehilangan atau kerusakan, pembuktian
tentang nilainya hanya diperbolehkan menurut ujud lahirnya saja.
������ Bila pemberitahuan nilai itu
ada, maka hal itu dapat dibuktikan dengan segala� alat bukti menurut hokum, dan malahan hakim
I>erwenaiftg untuk mempercayai sepenuhnya pemberitahuan pengirim setelah
diperkuat dengan sumpah, dan menaksir serta menetapkan ganti rugi berdasarkan
pemberitahuan itu. (KUHD 86, 91 dst., S. 1823-3.)
Pasal 97.
������ Pelayaran-bergilir dan semua
perusahaan pengangkutan lainnya tetap tunduk kepada peraturan-peraturan dan
perundang-undangan yang ada dalam bidang ini, selama hal itu tidak bertentangan
dengan ketentuan-ketentuan dalam bab ini.
Pasal 98.
������ Ketentuan-ketentuan bab ini
tidak berlaku terhadap hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara pembeli dan
penjual. (KUHPerd. 1457 dst., 1473 dst., 1513.) 99. Dihapus dg. S.
1938-276,
BAB VI. SURAT WESEL DAN SURAT SANGGUP (ORDER).
Anotasi:
������ Bab
lama telah diganti dengan bab ini dengan menghilangkanpasal 99, berdasarkan S.
1934-592 jo. 1935-531, yang berlaku terhitung dari 1 Januari 1936.� Tujuannya ialah, agar ketentuan-ketentuan
mengenai Surat Wesel dan Surat Sanggup sedapat-dapatnya dipersamakan dengan
ketentuan-ketentuan Undang-undang Negeri Belanda dari 25 Juli 1932, N.S.
1932-405, yang telah disesuaikan dengan Traktat Genewa 7 Juni 1930 tentang:
1.���� pengadaan undang-undang yang
seragam tentang surat-surat Wesel dan surat-surat sanggup;
2.���� pengaturan
perselisihan-perselisihan mengenai surat-surat Wesel dan Suratsurat sanggup;
3. bea meterai surat-surat Wesel dan surat-surat sanggup.
Dengan
undang-undang tgl. 25 April 1935 (N.S. No. 224) traktat-traktat itu dinyatakan
berlaku terhadap Indonesia, Suriname dan Curaqao terhitung dari tgl. 14 Oktober
1935 untuk Indonesia dan Cura@ao.
Bagian 1. Pengeluaran Dan Bentuk Surat Wesel.
Pasal 100.
������ Surat wesel memuat: (KUHD 174,
178,)
10.��� pemberian nama
" surat Wesel ", yang dimuat dalam teksnya sendiri dan dinyatakan
dalam bahasa yang digunakan dalam surat itu; (AB. 18.)
20.��� perintah tak
bersyarat untuk membayar suatu jumlah uang tertentu; (KUHD 104 dst.)
30.��� nama orang yang
harus membayar (tertarik); (KUHD 102.)
40.��� penunjukan hari jatuh
tempo pembayaran; (KUHD 101, 132 dst.)
50.��� penunjukan tempat
pembayaran harus dilakukan; (KUHD 101, 103, 126.)
60. nama orang kepada siapa pembayaran harus� dilakukan, atau orang lain yang ditunjuk
kepada siapa pembayaran itu harus dilakukan; (KUHD 102, 109a.)
70.��� pernyataan hari
ditandatangani beserta tempat penarikan surat Wesel itu; (KUHD 101.)
80.��� tanda tangan orang
yang mengeluarkan surat Wesel itu (penarik). (KUHD 106 dst.)
Pasal 101.
Suatu
surat demikian, di mana satu dari pernyataan-pernyataan yang termaktub dalam
pasal yang lalu tidak tercantum, tidak berlaku sebagai surat Wesel, dengan
pengecualian-pengecualian seperti tersebut di bawah ini: (KUHD 175, 179.)
Surat
Wesel yang tidak ditetapkan hari jatuh tempo pembayarannya, dianggap harus dibayar
pada hari ditunjukkannya.
Bila
tidak terdapat penunjukan tempat khusus, maka tempat yang tersebut di samping
nama tertarik dianggap sebagai tempat pembayaran dan juga sebagai tempat
domisili tertarik.
Surat
Wesel yang tidak menunjukkan tempat penarikannya, dianggap telah ditandatangani
di tempat yang tercantum di samping nama penarik. (KUHPerd. 1915 dst., 1921.)
Pasal 102.
Surat
Wesel dapat dibuat kepada orang yang ditunjuk oleh penarik.
Dapat
ditarik atas diri penarik sendiri.
Dan
yang dapat ditarik atas beban pihak ketiga.
Penarik
dianggap menarik atas beban diri sendiri, bila dari surat Wesel itu atau dari
surat pemberitahuannya tidak temyata atas beban siapa hal itu terjadi. (KUHD
183; KUHPerd. 1915 dst., 1921.)
Pasal 102a.
Bila
penarik mencantumkan pada surat Wesel pernyataan "nilai untuk diinkaso
", "untuk inkaso ", "diamanatkan ", atau pernyataan
lain yang membawa arti amanat betaka untuk memungut, maka penerimanya dapat
menggunakan semua hak yang timbul dari surat Wesel, akan tetapi Ia tidak dapat
mengendosemenkan secara lain daripada secara mengamanatkannya.
Pada
surat Wesel demikian para debitur Wesel hanya dapat menggunakan alatalat
pembantah terhadap pemegang, yang semestinya dapat mereka gunakan terhadap
penarik.
Amanat
yang termuat dalam surat Wesel inkaso tidak berakhir karena meninggatnya
pemberi amanat atau karena kemudian pemberi amanat menjadi tidak cakap menurut
hukum. (KUHD 100, 117; KUHPerd. 1792 dst., 1813.)
Pasal 103.
������ Surat Wesel dapat dibayar di
tempat kediaman pihak ketiga, baik di tempat don-tisili tertarik, maupun di
tempat lain. (KLTHD 100-5', 126, 185; KUHPerd. 17 dst., 24.)
Pasal 104.
������ Dalam surat Wesel yang
harus� dibayar atas pengunjukan atau
dalam suatu jangka waktu tertentu setelah pengunukan, penarik dapat menentukan,
bahwa jumlahuang itu membawa bunga.
Dalam
tiap-tiap surat Wesel lain, Klausula�
bunga ini dianggap tidak ditulis.�
Bunga itu berjalan terhitung dari�
hari penandatanganan surat Wesel itu, kecuali bila dkunjuk hari lain.
Pasal 105.
������ Surat Wesel yangjumlah uangnya
dengan lengkap ditulis dengan huruf danjuga dengan angka, maka bila terdapat
perbedaan, berlaku menurutjumlah uang yang ditulis lengkap dengan huruf.
Surat
Wesel yang jumlahnya berkali-kali ditulis dengan lengkap baik dengan huruf
maupun dengan angka, maka bila terdapat perbedaan, hanya berlaku sebesar jumlah
yang terkeeil. (KUHPerd. 1878 dst.; KUHD 186.)
Pasal 106.
������ Bila surat Wesel memuat tanda
tangan orang-orang yang menurut hukum tidak cakap untuk mengikatkan diri dengan
menggunakan surat Wesel, memuat lands tangan palsu, tanda tangan dari orang
rekaan, atau tanda tangan orang-orang yang karena alasan-alasan lain apa pun
juga tidak dapat mengikat orangorang yang telah membubuhkan tanda tangan atau
orang yang atas nama siapa telah dilakukan hal itu, namun perikatan-perikatan
orang-orang lain yang tanda tangannya terdapat dalam surat Wesel itu, berlaku
sah. (KUHPerd. 108, 113, 1446, 1872, 1876 dst.; KUHD 70, 187; KUHP 264.)
Pasal 107.
������ Setiap orang yang membubuhkan
tanda tangannya di atas surat Wesel sebagai wakil dari seseorang untuk siapa Ia
tidak mempunyai wewenang untuk bertindak, Ia sendiri terikat berdasarkan surat
Wesel itu, dan setelah membayar, mempunyai hak yang sama seperti yang
semestinya ada pada orang yang katanya diwakilinya itu.� Hal itu berlaku juga terhadap seorang wakil
yang melampaui batas wewenangnya. (KUHPerd. 1797, 1806; KUHD 188.)
Pasal 108.
������ Penarik menjamin akseptasinya
dan pembayarannya. (KUHD 120 dst., 137 dst., Rv. 299, 581.)
Ia
dapat menyatakan dirinya bebas dari -penjaminan akseptasi; tiap-tiap
Klausula� yang membebaskannya dari
kewajiban penjaminan pembayaran, dianggap tidak ditulis. (KUHD 121.)
Pasal 109.
������ Bila surat wesel yang pada
waktu pengetuarannya tidak lengkap, telah dibuat lengkap, bertentangan dengan
perjanjian-perjanjian yang telah dibuat, maka kepada pemegang tidak dapat
diajukan tentang tidak memenum perjanjian-perjanjian itu, kecuali pemegang
telah memperoleh surat wesel itu dengan itikad buruk atau disebabkan oleh
kesalahan yang besar. (KUHD 168.)
Pasal 109a.
Penarik
berkewajiban untuk menetapkan atas pilihan penerima, apakah harus� dibayarkan kepada penerima surat wesel itu,
ataukah kepada orang lain; dalam hal kedua-duanya itu kepada tertunjuk atau
tanpa tambahan kata "kepada tertunjuk ", ataupun dengan penambahan
suatu istilah seperti dimaksud dalam pasal 110 alinea kedua. (KUHD 102.)
Pasal 109b.
Penarik
atau seseorang atas tanggungan siapa surat wesel ditarik, berkewajiban untuk
berusaha agar tertarik mempunyai dana yang cukup guna membayar, sekalipunjika
surat wesel itu harus� dibayar pada pihak
ketiga, tapi dengan pengertian, bahwa penarik sendiri secara pribadi
bagaimanapun bertanggung jawab pada pemegang dan para endosan sebelumnya. (KUHD
102 dst., 127a, 146a.)
109C.� Tertarik dianggap telah mempunyai
dana yang diperlukan itu, bila pada waktu jatuh tempo pembayaran surat wesel
itu, atau pada saat di mana berdasarkan pasal 142 alinea ketiga pemegang dapat
menggunakan hak regresnya, tertarik berutang kepada penarik atau kepada orang
yang atas bebannya telah ditarik wesel, suatu jumlah uang yang sudah dapat
ditagih, paling sedikit sama dengan jumlah pada surat weset itu. (KUHD 127a,
146a.)
Bagian 2. Endosemen.
Pasal 110.
Setiap
surat wesel, juga yang tidak dengan tegas berbunyi kepada tertunjuk, dapat
dipindahkan ke tangan orang lain dengan jalan endosemen.
Bila
penarik mencantumkan dalam surat wesel itu: "tidak kepada tertu@uk"
atau pernyataan lain semacam itu, maka surat wesel itu hanya dapat dipindahkan
ke tangan orang lain dalam bentuk sesi biasa beserta akibat-akibatnya.� Endosemen yang ditempatkan pada surat wesel
yang demikian berlaku sebagai sesi biasa. (KUHPerd. 613.)
Endosemen
itu bahkan dapat dilakukan untuk keuntungan tertarik, baik sebagai akseptan
ataupun bukan, untuk keuntungan penarik atau setiap debitur wesel.� Orang-orang ini dapat mengendosemenkan lagi
surat wesel itu. (KUHD 111 dst., 119, 166.)
Pasal 111.
Endosemen
itu harus tidak bersyarat.� Setiap syarat
yang dimuat padanya dianggap tidak ditulis. (KUHD 114.)
Endosemen
untuk sebagian adalah batal.
Endosemen
atas-tunjuk berlaku sebagai endosemen dalam blangko. (KUHD 1122, 1132.)
Pasal 112.
Endosemen
itu harus� diadakan di atas surat weset
itu atau pada lembaran yang dilekatkan padanya (lembaran sambungan).� Hal itu harus ditandatangani oleh endosan.
Endosemen
itu dapat membiarkan pihak yang diendosemenkan tidak disebut, atau endosemen
itu terdiri dari tanda tangan belaka dari endosan (endosemen blangko).� Dalam hal yang terakhir, agar dapat berlaku
sah, endosemen itu harus dibuat di halaman belakang surat wesel itu atau pada
lembaran sambungannya. (KUHD 1133, 113 2.)
Pasal 113.
Dengan
endosemen itu semua hak-hak yang bersumber pada surat wesel itu dipindahkan ke
tangan pihak lain. (KUHD 114.)
Bila
endosemen itu dalam blangko, maka pemegangnya dapat: (KUHD 1113, 1122.)
10.��� mengisi blangko itu
baik dengan namanya sendiri ataupun nama orang lain;
20.��� mengendosemenkan
lebih lanjut surat wesel itu dalam blangko atau kepada orang lain;
30.��� menyerahkan surat
wesel itu kepada pihak ketiga tanpa mengisi blangko itu dan tanpa
mengendosemenkannya. (KUHPerd. 612 dst.; KUHD 194.)
Pasal 114.
Kecuali
bila dipersyaratkan lain, maka endosan me@amin akseptasi dan pembayarannya.
(Rv. 299, 581-1 sub 11.)
Ia
dapat melarang endosemen baru; dalam hal itu Ia tidak merdamin akseptasi dan
pembayarannya terhadap mereka kepada siapa surat wesel itu diendosemenkan
kemudian. (KUHD 111, 113'.)
Pasal 115.
������ Barangsiapa memegang surat
wesel, dianggap sebagai pemegang yang sah, bila Ia menunjukkan haknya dengan memperlihatkan
deretan endosemen yang tak terputus, bahkan bila endosemen terakhir dibuat
sebagai endosemen blangko.�
Endosemen-endosemen yang dicoret dianggap dalam hal itu tidak ditulis.� Bila endosemen blangko diikuti oleh endosemen
lain, maka penandatangan endosemen terakhir ini dianggap telah mctmperoleh
surat wesel itu karena endosemen dalam blangko. (KUHD 1393.)
Bila
seseorang dengan jalan apa pun juga telah kehilangan surat wesel yang
dikuasainya, maka pemegangnya yang menunjukkan haknya dengan cara seperti yang
diatur dalam alinea di atas, tidak diwajibkan untuk melepaskan surat wesel itu,
kecuali bila Ia telah memperolehnya dengan itikad buruk, atau karena suatu
kesalahan yang besar. (KUHPerd. 582, 1977; KUHD 167a, 167b.)
Pasal 116.
������ Mereka yang ditagih berdasarkan
surat wesel terhadap pemegangnya tidak dapat menggunakan alat-alat pembantah
yang berdasarkan hubungan pribadinya dengan penarik atau para pemegang yang
terdahulu, kecuali bila pemegang tersebut pada waktu memperoleh surat wesel itu
dengan sengaja telah bertindak dengan merugikan debitur. (KUHD 102a, 118.)
Pasal 117.
������ Bila endosemen itu memuat
pernyataan: "nilai untuk inkaso ", "diamanatkan ", atau
pernyataan lain yang membawa arti amanat belaka untuk memungut, maka
pemegangnya dapat rrtenggunakan semua hak yang timbul dari surat wesel itu,
akan tetapi Ia tidak dapat mengendosemenkayinya secara lain daripada secara
mengamanatkannya.
Dalam
hal itu para debitur wesel hanya dapat menggunakan alat-alat pembantah terhadap
pemegangnya, seperti yang semestinya dapat digunakan terhadap endosan.
Amanat
yang termuat dalam endosemen inkaso tidak berakhir karena meninggainya pemberi
amanat atau karena kemudian pemberi amanat menjadi tak cakap menurut hukum,
(KUHD 102a; KUHPerd. 1792 dst., 1813.)
Pasal 118.
Bila
suatu endosemen memuat pernyataan: "nilai untuk jaminan ", �nilai
untuk gadai " atau pernyataan lain yang membawa arti pemberianjaminan
gadai, maka pemegangnya dapat mempergunakan segala� hak yang timbul dari surat wesel itu, akan
tetapi endosemen yang dilakukan olehnya hanya berlaku sebagai endosemen dengan
cara pemberian amanat. (KLJHPerd. 1150, 1152 dst.)
para
debitur wesel terhadap pemegangnya tidak dapat menggunakan alat-alat pembantah
yang berdasarkan hubungan pribadi mereka terhadap endosan, kecuali bila pada
waktu memperoleh surat wesel itu pemegang dengan sengaia telah bertindak dengan
merugikan debitur. (KUHD 116.)
Pasal 119.
������ Endosemen yang dilakukan
setelah jatuh tempo pembayaran, mempunyai akibat-akibat yang sama seperti
endosemen yang dibuat sebelum jatuh tempo itu.�
Akan tetapi endosemen yang dilakukan setelah protes non-pembayaran atau
setelah lewat jangka waktu yang ditentukan untuk membuat protes itu, hanya
mempunyai akibat-akibat sebagai sesi biasa. ( KUHPerd. 613.)
Dengan
kemungkinan untuk membuktikan kebalikannya, maka endosemen tanpa tanggal
dianggap dibuat sebelum lewatnyajangka waktu yang ditentukan untuk membuat
protes tersebut. (KUHPerd. 1915 dst; KUHD 143.)
Bagian 3. Akseptasi.
Pasal 120.
Sampai
hari jatuh tempo pembayaran, surat wesel dapat diajukan oleh pemegang yang sah
atau oleh orang yang semata-mata hanya memegangnya belaka, kepada tertarik di
tempat tinggalnya untuk akseptasi. (KUHD 121, 124 dst.)
Pasal 121.
Dalam
setiap surat wesel dapat ditentukan oleh penarik, dengan atau tanpa penetapan
suatu jangka waktu, bahwasurat wesel itu harus diajukan untuk akseptasi.
Ia
dapat melarang dalam surat wesel itu diajukan untuk akseptasi, kecuali dalam
surat-surat wesel yang harus dibayar oleh pihak ketiga, atau harus dibayar di
tempat lain dari tempat domisili tertarik atau yang harus dibayar pada waktu
tertentu setelah pengunjukah. (KUHD 108, 122, 132.)
Ia
dapat juga menentukan, bahwa mengajukannya untuk akseptasi tidak dapat
dilakukan sebelum suatu hari tertentu. (KUHD 127c.)
Setiap
endosan dapat menentukan, dengan atau tanpa penetapan jangka waktu, bahwa surat
wesel itu harus diajukan untuk akseptasi, kecuali bila penarik telah
menerangkan, bahwa surat wesel itu tidak dapat dimintakan akseptasi. (KUHD
127b.)
Pasal 122.
������ Surat wesel yang harus dibayar
suatu waktu setelah ditunjukkan harus diajukan untuk akseptasi dalam satu tahun
setelah hari ditandatangani. (KUHD 132 dst., 143, 152.)
Penarik
dapat memperpendek atau memperpanjang hal itu.
Para
endosan dapat memperpendek jangka-jangka waktu tersebut.
Pasal 123.
Tertarik
dapat meminta untuk mengadakan pengajuan kedua pada keesokan harinya setelah
pengajuan hari pertama.� Mereka yang
berkepentingan tidak akan diperkenankan untuk menggunakan sebagai dalih, bahwa
oleh mereka permintaan itu telah tidak dikabulkan, kecuali bila permintaan itu
tercantum dalam protesnya.
Pemegang
tidak berkewajiban untuk melepaskan kepada tertarik surat wesel yang diajukan
olehnya untuk akseptasi. (KUHD 143.)
Pasal 124.
Akseptasi
dibuat di atas surat wesel.� Hal itu
dinyatakan dengan perkatataan: "diakseptasi", atau dengan kata
semacam itu; Ia ditandatangani oleh tertarik.�
Sebuah tanda tangan saja dari tertarik yang dibubuhkan di halaman depan
surat wesel itu, berlaku sebagai akseptasi. (KUHD 127, 127b.)
Bila
surat wesel itu harus dibayar suatu waktu tertentu setelah ditunjukkan, atau
bila ia berdasarkan persyaratan tegas harus diajukan untuk akseptasi dalam
jangka waktu tertentu, maka dalam akseptasi harus termuat tanggal hari
penyelenggaraannya, kecuali pemegangnya minta hari pengajuannya.� Bila tanggal itu tidak tercantum, pemegangnya
harus menyuruh menetapkan kelalaian itu dengan jalan protes pada saatnya,
dengan ancaman hukuman kehilangan hak regres terhadap para endosan dan terhadap
penariknya yang telah menyediakan dananya. (KUHD 122, 126, 143, 165.)
Pasal 125.
������ Akseptasi itu tidak bersyarat,
akan tetapi tertarik dapat membatasinya sampai sebagian dari jumlahnya.
(KUHPerd. 1253 dst., 1390.)
Setiap
perubahan lain yang diadakan oleh akseptan berkenaan dengan hal yang dinyatakan
dalam surat wesel itu, berlaku sebagai penolakan akseptasi.� Akan tetapi akseptan terikat sesuai dengan
isi akseptasinya. (KUHD 128, 143, 150.)
Pasal 126.
������ Bila penarik menetapkan pada
surat wesel itu, bahwa pembayarannya harus dilakukan di tempat lain dari tempat
domisiti tertarik, tanpa menunjuk orang ketiga di mana pembayaran hanis
dilakukan, maka tertarik dapat menunjuknya pada akseptasinya.� Dalam hal kelalaian penunjukan demikian,
akseptan dianggap mengikatkan diri untuk membayar pada tempat pembayaran. (KUHD
101.)
Bila
surat wesel itu harus dibayar di tempat domisili tertarik, maka ia dalam
akseptasinya dapat menunjuk alamat di tempat itu juga di mana pembayarannya
harus dilakukan. (KUHD 143a.)
Pasal 127.
������ Dengan akseptasi itu tertarik
mengikat diri untuk membayar surat weselnya pada hari jatuh tempo
pembayarannya. (KUHD 164.)
Dalam
kelalaian pembayaran, pemegang sekalipun Ia penarik, mempunyai tagihan langsung
yang timbul dari surat wesel itu terhadap akseptan, untuk segala� sesuatu yang dapat ditagih berdasarkan
pasal-pasal 147 dan 148. (Rv. 299, 581-1 sub 1'.)
Pasal 127a.
Barangsiapa
memegang dana secukupnya yang khusus disediakan untuk pembayaran surat wesel
yang telah ditarik, diwajibkan melaksanakan akseptasinya, dengan ancaman
hukuman penggantian biaya, kerugian dan bunga terhadap penarik. (KUHPerd. 1243
dst.; KUHD 109c, 127c, 146a, 152a.)
Pasal 127b.
Penyanggupan
untuk mengakseptasi suatu surat wesel, tidak berlaku sebagai akseptasi, akan
tetapi memberi hak kepada penarik untuk menggugat penggantian kerugian terhadap
penyanggup, yang menolak memenuhi kesanggupannya.
Kerugian
terdiri dari biaya protes dan penarikan surat wesel baru, bila surat wesel itu
telah ditarik atas beban penarik sendiri.
Bila
penarikan telah dilakukan atas beban pihak ketiga, kerugian dan bunga itu
terdiri dari biaya protes dan penarikan surat wesel baru, dan dari jumlah yang
atas kredit surat wesel itu telah dibayar lebih dulu oleh penarik, berdasarkan
penyanggupan yang diperoleh dari penyanggup, kepada pihak ketiga itu. (KUHPerd.
1243 dst.; KUHD 121, 151.)
Pasal 127c.
Penarik
berkewajiban untuk memberikan advis pada saatnya kepada tertarik tentang surat
wesel yang ditarik olehnya, dan bila melalaikan hal itu, Ia berkewajiban
mengganti biaya akibat penotakan akseptasi atau pembayaran yang terjadi karena
itu. (KUHPerd. 1243 dst.; KUHD 127a.)
Pasal 127d.
Bila
surat wesel itu ditarik atas beban orang ketiga, maka hanya orang inilah yang
terikat pada akseptan. (KUHD 102.)
Pasal 128.
������ Bila tertarik mencoret
akseptasi yang telah dilakukan atas surat wesel sebelum penyerahan kembau surat
tersebut, dianggap akseptasinya telah ditolak.�
Dengan kemungkinan pembuktian sebaliknya maka pencoretan itu dianggap
telah terjadi sebelum penyerahan kembali surat wesel itu. (KUHD 125.)
Akan
tetapi bila tertarik telah menyatakan secara tertulis tentang akseptasinya
kepada pemegangnya atau kepada seseorang yang taanda tangannya terdapat dalam
surat wesel itu, maka Ia terikat terhadap orang ini sesuai dengan isi akseptasinya.
(KUHD 127, 127b.)
Bagian 4. Aval (Perjanjian Jaminan).
Pasal 129.
������ Pembayaran suatu surat wesel
dapat dijamin dengan perjanjian jaminan (aval) untuk seluruhnya atau sebagian
dari uang wesel itu.
Peean
tersebut dapat diberikan oleh pihak ketiga, atau bahkan oleh orang yang tanda
tangannya terdapat dalam surat wesel itu. (KUHPerd. 1820 dst.; KUHD 125.)
Pasal 130.
������ Aval ditulis dalam surat wesel
itu atau pada lembaran sambungan.
������ Hal itu dinyatakan dengan
kata-kata "baik untuk aval " atau dengan pernyataan semacam itu'; hal
itu ditandatangari oleh pemberi aval.
������ Tanda tangan saja dari pemberi
aval pada halaman depan surat wesel itu, berlaku sebagai aval, kecuali bila
tanda tangan itu dari tertarik atau penarik. (KUHPerd. 1824.)
������ Hal itu juga dapat dilakukan
dengan naskah tersendiri atau dengan sepucuk surat yang menyebutkan tempat di
mana hal itu diberikan.
������ Dalam aval itu harus
dicantumkan untuk siapa hal itu diberikan. Bila hal itu tidak ada, dianggap
diberikan untuk penarik. (KUHD 203.)
Pasal 131.
������ Pemberi aval terikat dengan
cara yang sama seperti orang yang diberi aval. (KUHPerd. 1280, 1282, 1831 dst.;
Rv. 299, 581-1 sub 11.)
������ Perikatannya berlaku sah,
sekalipun perikatan yang dijamin olehnya batal oleh sebab lain daripada eacat
dalam bentuk. (KUHPerd. 1821.)
������ Dengan membayar, pemberi aval
memperoleh hak-hak yang berdasarkan surat wesel itu dapat digunakan terhadap
orang yang diberi aval, dan terhadap mereka yang berdasarkan surat wesel itu
terikat padanya. (KUHPerd. 1$39 dst.; KUHD 115.)
Bagian 5. Hari jatuh Tempo.
Pasal 132.
������ Surat wesel dapat ditarik:
Pada
waktu ditunjukkan;
Pada
waktu tertentu setelah pengunjukan;
������ Pada waktu tertentu setelah
hari tanggalnya;
Pada
hari tertentu.
������ Surat-surat wesel dengan hari
jatuh tempo yang ditentukan lain atau dapat dibayar dengan angsuran adalah
batal. (KUHD 101.)
Pasal 133.
������ Surat wesel yang ditarik
sebagai wesel atas-tunjuk harus dibayar pada waktu ditunjukkan.� Surat wesel tersebut harus diajukan untuk
dibayar dalam jangka satu tahun setelah hari tanggalnya.� Penarik dapat memperpendek atau memperpanjang
jangka waktu itu.� para endosan dapat
memperpendek jangka waktu itu.
Penarik
dapat menetapkan, bahwa suatu surat wesel tidak boleh diajukan untuk dibayar
sebefum hari tertentu.� Dalam hal
demfldan jangka waktu itu berjalan mulai hari itu. (KUHD 122, 136, 143 3.)
Pasal 134.
������ Hari jatuh tempo pembayaran
suatu surat wesel yang ditarik untuk dibayar pada suatu waktu tertentu setelah
penguitukan, ditentukan olch hari tanggal akseptasi, atau hari tanggal
protesnya.
������ Bila tidak ada protes maka
akseptasi yang tidak bertanggal, terhadap akseptan dianggap telah dilakukan
pada hari terakhir dari jangka waktu yang ditetapkan untuk mengajukannya untuk
akseptasi. (KUHD 122, 124, 1352, 142 dst.)
Pasal 135.
������ Surat wesel yang ditarik untuk
dibayar satu atau beberapa bulan setelah hari tanggalnya atau setelah
pengunjukan, jatuh temponya ialah pada hari dari bulan seperti yang ditetapkan
untuk melakukan pembayaran itu.� Bila tidak
terdapat hari seperti yang dimaksud maka surat wesel demikian mencapai jatuh
tempo pembayarannya pada hari terakhir bulan itu.
Pada
surat wesel yang ditarik dengan jatuh tempo pembayaran pada satu atau beberapa
bulan ditambah setengah bulan setelah hari tanggalnya atau setelah pengunjukan,
dihitung lebih dahulu bulan-bulannya yang penuh.
Bila
hari jatuh tempo itu ditentukan pada awal, pertengahan (pertengahan Januari,
pertengahan Februari dsb.) atau pada akhir suatu bulan, maka
pernyataan-pernyataan demikian harus diartikan: tanggal satu, tanggal lima
belas, hari terakhir butan itu.
Pernyataan-pernyataan:
"delapan hari ", "lima belas hari ", harus diartikan bukan
satu atau dua minggu, melainkan suatu jangka waktu dari delapan atau lima belas
hari.
Pernyataan:
"setengah bulan " berarti jangka waktu lima belas hari. (KUHD 137.)
Pasal 136.
������ Hari jatuh tempo suatu surat
wesel yang harus dibayar pada suatu hari tertentu, pada suatu tempat, di mana
tarikhnya berlainan dengan tarikh tempat pengeluarannya, dianggap telah
ditetapkan menurut tarikh tempat pembayaran.
������ Hari pengeluaran suatu surat
wesel yang ditarik antara dua tempat dengan tarikh yang berbeda dan harus
dibayar pada waktu tertentu setelah pengunjukan, dijatuhkan pada hari yang sama
dari tarikh tempat pembayaran, dan hari jatuh tempo pembayarannya ditetapkan
sesuai dengan itu.
������ Jangka waktu pengajuan surat
wesel dihitung sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam alinea� yang lalu.
������ Pasal ini tidak berlaku bila
dari Klausula� yang termuat dalam surat
wesel itu atau dari kata-katanya dapat ditarik kesimpulan tentang adanya maksud
lain. (AB. 18; KUHD 207.)
Bagian 6. Pembayaran.
Pasal 137.
������ Pemegang suatu surat wesel,
yang harus dibayar pada hari tertentu atau pada waktu tertentu setelah
pengunjukan, harus mengajukannya untuk pembayaran, pada hari surat itu harus
dibayar, atau satu dari antara dua hari kerja berikutnya.
Pengajuan
suatu surat wesel kepada suatu badan pemberesan berlaku sebagai pengajuan untuk
pembayaran. Oleh Gubernur Jenderal (dalam hal ini Presiden) akan ditunjuk
badan-badan yang akan dipandang sebagai badan pemberesan dalam arti bab ini.
(KUHD 100-41, 120, 122, 133, 135, 139, 141.)
Pasal 138.
������ Di luar hal seperti yang
tercantum dalam pasal 167b, tertarik sambil membayar surat wesel itu, dapat
menuntut penyerahan surat wesel itu kepadanya lengkap dengan tanda pelunasan
yang sah dari pemegangnya.
������ Pemegang tidak boleh menolak
pembayaran sebagian. (KUHD 125.)
������ Dalam hal pembayaran sebagian,
tertarik dapat menuntut, bahwa tentang pembayaran itu dinyatakan di atas surat
wesel itu dan bahwa untuk itu Ia mendapat tanda pembayaran. (KUHPerd. 1390;
KUHD 150, 164, 168, 169, 21 1.)
Pasal 139.
Pemegang
surat wesel tidak dapat dipaksa untuk menerima pembayaran sebelum hari jatuh
temponya.
Tertarik
yang membayar sebelum harijatuh temponya, melakukan hal itu atas
tanggungjawabnya sendiri. (KUHPerd. 1360 dst.)
Barangsiapa
membayar surat wesel pada hari jatuh temponya, telah terbebas dengan sempuma,
asalkan dari pihaknya tidak ada penipuan atau kesalahan yang besar. ia
berkewajiban merrieriksa tertibnya deretan endosemen-endosemen, tetapi tidak
terhadap tanda tangannya. (KUHPerd. 1385 dst.; KUHD 115.)
Bila
ia, setelah melakukan pembayaran tanpa dibebaskan, diwajibkan membayar untuk
kedua kalinya, maka Ia mempunyai hak-menagih kepada mereka yang telah
memperoleh surat wesel itu dengan itikad buruk, atau mereka yang telah
memperoleh karena kesalahannya yang besar. (KUHPerd. 1270, 1386, 1405-40; KUHD
147 2, 167a, b, 212.)
Pasal 140.
������ Surat wesel yang pembayarannya
dipersyaratkan untuk dilakukan dengan uang lain dari yang berlaku di tempat
pembayarannya, dapat dibayar dengan uang dari negerinya menurut nilai pada hari
jatuh temponya.� Bila debitur lalai,
pemegang dapat menuntut menurut pilihannya, bahwa jumlah pada surat wesel itu
dibayar dalam uang negerinya menurut kursnya, baik dari hari jatuh temponya
ataupun dari hari pembayarannya.
������ Nilai uang asing itu,
ditetapkan menurut kebiasaan di tempat pembayarannya. Akan tetapi penarik dapat
menetapkan, bahwa jumlah uang yang� harus
dibayar harus dihitung menurut kurs yang ditetapkan dalam surat wesel tersebut.
������ Hal yang tercantum di atas
tidak berlaku bila penarik menetapkan, bahwa pembayarannya harus dilakukan
dalam uang tertentu yang ditunjuknya (klausula pembayaran sungguh dalam uang
asing).
������ Bila jumlah dalam wesel itu
dinyatakan dalam uang yang mempunyai nama sama, akan tetapi mempunyai nilai
yang berbeda dalam negeri pengeluarannya dan negeri tempat pembayarannya, maka
dianggap bahwa yang dimaksud adalahuang dari tempat pembayarannya. (KUHPerd.
1756 dst.; KUHD 60,100-20, 1513 , 213.)
Pasal 141.
������ Bila tidak terjadi pengunjukan
surat wesel untuk pembayaran, dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam pasal
137, maka tiap-tiap debitur mempunyai wewenang untuk menyerahkan jumlah itu
kepada yang berwajib untuk disimpan atas biaya dan tanggung jawab pemegangnya.
(KUHPerd. 1280 dst., 1382, 1385, 1387, 1393, 1395, 1404 dst., 1407 dst., 1409
dst.; KUHD 1271, 133, 139, 142, 146.)
Bagian 7. Hak Regres Dalam Hal Nonakseptasi Atau Nonpembayaran.
Pasal 142.
(s.d.u.
dg. S. 1937-590.) Pemegang surat wesel dapat melakukan
hak regresnya terhadap para endosan, terhadap penarik dan para debitur wesel
lainnya: (KUHD 108, 109b, c, 114, 127, 131.)
Pada
hari jatuh temponya: (KUHD 100-40.)
Bila
pembayarannya tidak terjadi. (KUHD 132 dst., 137, 141.)
������ Bahkan sebelum hari jatuh
temponya:
10.��� bila akseptasi
ditolak seluruhnya atau sebagian; (KUHD 120 dst., 125.)
20.��� dalam hal pailitnya
tertarik, baik sebagai akseptan ataupun bukan dan sejak saat berlakunya
penundaan pembayaran; (KUHD f435 6 ; F. 1 dst., 212 dst., 216.)
30. dalam hal pailitnya penarik dari surat wesel yang tidak
dapat dimintakan akseptasinya. (KUHD 1435,6; F. 1 dst.)
Pasal 143.
Penolakan
akseptasi atau pembayaran harus ditetapkan dengan akte otentik (protes nonakseptasi
atau nonpembayaran).
Protes
nonakseptasi harus diselenggarakan dalamjangka waktu yang ditetapkan untuk
pengajuan untuk akseptasi.� Bila dalam
hal seperti yang diatur dalam pasal 123 alinea pertama, pengajuan pertama
dilakukan pada hari terakhir dari jangka waktu itu, maka protes itu masih dapat
dilakukan pada hari berikutnya.
Protes
nonpembayaran suatu surat wesel yang harus dibayar pada hari tertentu, atau
pada waktu tertentu setelah hari tanggalnya atau setelah pengunjukan, harus
dilakukan pada salah satu dari dua hari kerja yang berikut dari hari surat
wesel itu harus dibayar.� Bila ini
mengenai surat wesel yang harus dibayar atas-tunjuk, maka protesnya harus
dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam alinea di
atas untuk membuat protes nonakseptasi.
Protes
nonakseptasi menjadikan Pengajuan untuk pembayaran dan protes nonpembayaran
tidak perlu lagi.
Dalam
pengangkatan para pengurus atas permintaan tertarik, akseptasi atau bukan
akseptan, untuk penundaan pembayaran, maka pemegangnya tidak dapat melakukan
hak regresnya, sebelum surat wesel itu diajukin kepada tertarik untuk
pembayaran dan dibuat protes.
Bila
tertarik, akseptan atau bukan akseptan, telah dinyatakan pailit, atau bila
penarik surat wesel yang tidak dapat dimintakan akseptasi, dinyatakan pailit,
maka untuk melakukan hak regresnya, pemegangnya cukup dengan memperlihatkan
keputusan hakim, di mana dinyatakan kepailitan itu. (KUHD 120 dst., 125, 132
dst., 143b, 143d, 145, 171, 217; F. I dst., 212, 214.)
Pasal 143a.
������ Permintaan pembayaran surat
wesel dan protes yang menyusulnya kemudian, harus dilakukan di tempat tinggal
tertarik.
������ Bila surat wesel itu ditarik
untuk dibayar di tempat tinggal lain yang ditunjuk, atau oleh orang� yang ditunjuk, baik di dalam afdeling (kini
dapat disamakan dengan kabupaten) yang sama maupun dalam kabupaten lain, maka
permintaan pembayaran dan pembuatan protes harus dilakukan di tempat tinggal
yang ditunjuk atau kepada orang yang ditunjuk itu.
������ Bila orang yang harus membayar
surat wesel itu tidak dikenal sama sekali atau tidak dapat ditemukan, maka
protes itu harus dilakukan pada kantor pos di tempat tinggal yang ditunjuk
untuk pembayaran, dan bila di sana tidak ada kantor pos, di daerah Gubememen di
Jawa dan Madura kepada asisten-residen dan di luar itu kepada KepaIa
Pemerintahan Daerah setempat. Demikianlah juga harus dilakukan seperti itu,
bila surat wesel ditarik untuk dibayar di luar kabupaten yang bukan tempat
tinggal tertarik, dan tidak ditunjuk tempat tinggal untuk melakukan
pembayarannya. (KUHPerd. 1393; KUHD 100-31, 102, 126. 143b-2 sub 21, 218a; F.
962.)
Pasal 143b.
Semua
protes, baik protes nonakseptasi maupun protes nonpembayaran harus dibuat oleh
notaris atau oleh juru sita.� Hal itu
harus disertai dua saksi.
Protes-protes
itu memuat:
10.��� salinan kata demi
kata dari surat weselnya, dari akseptasinya, dari endosemen-endosemen, dari
avalnya dan dari alamat-alamat yang dibuat di atasnya;
20.��� pernyataan, bahwa
mereka telah memintakan akseptasi itu atau pembayarannya kepada orang-orang atau
di tempat yang disebut dalam pasal yang lalu dan tidak memperolehnya;
30.��� pernyataan tentang
alasan yang telah dikemukakan tentang nonakseptasi atau nonpembayaran;
40.��� peringatan untuk
menandatangard protes itu, dan alasan-alasan penolakannya;
50.��� pernyataan, bahwa
ia, notaris ataujuru sita, karena nonakseptasi atau nonpembayaran itu telah
memprotes.
Bila
protes itu mengenai surat wesel yang hilang, cukuplah dengan uraian yang
seteliti-telitinya dari isi surat wesel itu, untuk mengganti apa yang ditentukan
dalam 10 dari alinea yang lalu. (KUHD 112, 124 dst., 130, 137, 155
dst., 169, 167a dst., 218b; Not. 1, 20 dst.)
Pasal 143c.
para
notaris atau juru sita dengan ancaman untuk mengganti biaya-biaya, kerugian dan
bunga, wajib untuk membuat salinan protes tersebut dan memberitahukan hal itu
dalam, dan membukukannya dalam register khusus, menurut urutan waktu, yang
diberi nomor dan tanda pengesahan oleh Ketua raad van justitie, bila tempat
tinggal mereka dalam kabupaten di mana raad van justitie itu berada, dan di
luar itu, oleh hakim pengadilan karesidenan; bila ini tidak ada, terhalang atau
tak mungkin bertindak, di daerah Gubememen di Jawa dan Madura oleh
asisten-residen dan di luar itu oleh Kepala Pemerintahan Daerah setempat.
Mereka juga berkewajiban, bila dikehendaki, untuk menyerahkan selembar atau
lebih dari salinan-salinan protes itu kepada mereka yang berkepentingan. (KUHD
218c; Rv. 4, 8.)
Pasal 143d.
Sebagai
protes nonakseptasi, dan berturut-turut juga sebagai protes nonpembayaran,
berlakulah keterangan yang dibuat di atas surat wesel dengan izin pemegangnya,
ditanggau dan ditandatangani oleh orang yang diminta akseptasinya atau
pembayarannya, yang berisi bahwa ia menolak, kecuali bila penarik telah
mencatat, bahwa ia menghendaki protes otentik. (KUHD 143, 217-20.)
Pasal 144.
Pemegangnya
harus memberitahu kepada endosannya dan kepada penariknya tentang nonakseptasi
atau nonpembayaran itu dalam empat hari kerja berikut dari hari protes, atau
bila surat wesel itu telah ditarik dengan klausula tanpa biaya, berikut pada
hari pengajuan.� Setiap endosan harus
memberitahukan tentang pemberitahuan yang diterimanya dalam dua hari kerja
berikut pada hari penerimaan pemberitahuan tersebut, dengan menunjukkan nama
dan alamat mereka yang telah melakukan pemberitahuan yang terdahulu, dan
demikian selanjutnya kembali pada penariknya.�
Jangka-jangka waktu ini berjalan mulai hari penerimaan
pemberitahuan-pemberitahuan yang lebih dahulu.
������ Bila sesuai dengan alinea yang
lalu disampaikan pemberitahuan kepada seseorang yang tanda tangannya terdapat
pada surat wesel itu, harus disampaikan pemberitahuan yang sama dalam jangka
waktu itu juga kepada pemberi avalnya.
������ Bila seorang endosan tidak
menyatakan alamatnya atau menyatakannya dengan cara yang sukar dibaca, sudah
cukuplah dengan pemberitahuan kepada endosan yang lebih dahulu.
������ Barangsiapa harus mengadakan
pemberitahuan, dapat melakukan hal itu dalam bentuk apa pun, bahkan dapat
dengan hanya mengirimkan kembali surat weselnya.
������ Ia harus membuktikan, bahwa ia
telah iinelakukan pemberitahuan itu dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan.� Jangka waktu tersebut
dianggap telah diindahkan, bila surat yang memuat pemberitahuan itu dalam
jangka waktu tersebut telah disampaikan dengan pos. (KUHPerd. 1916.)
������ Barangsiapa melakukan pemberitahuan
itu tidak dalam jangka waktu tersebut di atas, tidak menyebabkan dirinya
kehilangan hak; bila ada alasannya, ia bertanggungjawab atas segala� kerugian yang disebabkan oleh kelalaiannya,
akan tetapi biaya, kerugian dan bunga itu tidak mungkin melampaui jumlah pada
wesel tersebut. (KUHPerd. 1243 dst.; KUHD 143 dst., 153, 219.)
Pasal 145.
������ Penarik, seorang endosan atau
seorang pemberi aval, dapat membebaskan pemegangnya dari pembuatan protes
nonakseptasi atau nonpembayaran, untuk melaksanakan hak regresnya, denganjalan
klausula "tanpa biaya", "tanpa protes" atau Klausula� lain semacam itu yang ditulis dan
ditandatangani diatas surat wesel itu.
������ Klausula� ini tidak membebaskan pemegang dari pengajuan
surat wesel itu dalam jangka-jangka waktu yang ditetapkan ataupun dari
penyelenggaraan pemberitahuannya.� Bukti
tentang tidak diindahkannya jangka waktu itu harus diberikan oleh mereka yang
mendasarkan haknya atas hal itu terhadap pemegang.
������ Bila Klausula� itu dibuat oleh penarik, maka hal itu
berakibat terhadap mereka semua yang tanda tangannya terdapat pada surat wesel
itu; bila hal itu dibuat oleh endosan atau pemberi aval, maka hal ini hanya
berakibat terhadap endosan atau pemberi aval saja.� Bila pemepng mengadakan juga protes, meskipun
ada Klausula� itu yang dibuat oleh
penarik, maka biaya-biayanya untuk itu adalah atas bebannya.� Bila Klausula�
itu berasal dari seorang endosan atau seorang pemberi aval, maka bila
diadakan protes, biayanya dapat ditagih pada mereka semua yang tanda tangannya
terdapat pada surat wesel itu. (KUHD 143, 143d, 147-1 sub 30, 220.)
Pasal 146.
������ Semua orang yang menarik,
mengakseptasi, mengendosemen, atau menandatangani surat wesel untuk aval,
terikat pada pemegangnya secara tanggung-renteng.� Di samping itu juga pihak ketiga yang atas
bebannya telah ditarik surat wesel itu dan telah menikmati nilainya,
bertanggungjawab pula terhadap pemegang.
������ Pemegang dapat menggugat
orang-orang ini, baik masing-masing tersendiri, maupun bersama-sama, tanpa
berkewajiban untuk mengindahkan urutan waktu mereka mengikatkan diri.
������ Hak itu pun diberikanjuga
kepada setiap orang yang tanda tangannya terdapat pada surat weset itu dan
telah membayarnya untuk memenuhi kewajiban regresnya.
������ Gugatan yang dilakukan terhadap
salah seorang debitur wesel, tidak menghalangi gugatan kepada debitur lainnya,
meskipun mereka mengjkatkan diri lebih belakangan daripada yang digugat paling
Pertama. (KUHPerd. 1280 dst., 1283, 1292 dst.; KUHD 102 dst., 110 dst,, 120
dst., 127, 131, 152, 152a, 157, 165, 167, 221; P. 132; Rv. 299, 581-1 sub 11.)
Pasal 146a.
������ Pemegang surat wesel yang
diprotes tidak mempunyai hak apa pun atas uang cadangan penarik yang ada pada
tertarik.
������ Bila surat wesel itu tidak
diakseptasi, maka dalam hal kepailitan penarik, uang wesel termasuk harta bendanya.
(F. 19.)
������ Dalam hal akseptasi, tetaplah
dana itu pada tertarik sampai jumlah dalam surat wesel itu, dengan tidak
mengurangi kewajibannya terhadap pemegang untuk memenuhi akseptasinya. (KUHD
109b dst., 127a, 221a.)
Pasal 147.
������ Pemegang melakukan gugatan
kepada mereka, terhadap siapa Ia melaksanakan hak regresnya:
10.��� jumlah surat wesel
yang tidak diakseptasi atau tidak dibayar dengan bunganya bila hal ini
dipersyaratkan;
20.��� bunga sebesar enam
persen, terhitung dari hari jatuh tempo pembayarannya;
30.��� biaya-biaya protes,
pemberitahuan-pemberitahuan yang telah dilakukan beserta biaya-biaya lainnya.
(KUHD 1453.)
Bila
penggunaan hak regres dilaksanakan sebelum hari jatuh tempo, maka dilakukan
pemotongan terhadap jumlah uang wesel itu.�
Potongan ini dihitung menurut diskonto resmi (diskonto bank) yang
berlaku qi tempat tinggal pemegang, pada hari pelaksanaan hak regres. (KUHPerd.
12503; KUHD 104, 127, 139, 142 dst., 143d dst., 148, 151, 152a, 157,
222.)
Pasal 148.
Barangsiapa
telah membayar surat wesel untuk memenuhi kewajiban regresnya, dapat menagih
kepada orang yang mempunyai kewajiban regres terhadapnya:
10.��� seluruh jumlah uang
yang telah dibayarnya;
20.��� bunga sebesar enam
persen terhitung dari hari pembayarannya;
30.��� biaya-biaya yang
telah dikeluarkannya. (KUHPerd. 12500; KUHD 147, 151,223.)
Pasal 149.
������ Setiap debitur wesel, terhadap
siapa dilakukan atau dapat dilakukan hak regres, dapat menuntut dengan
pembayaran sebagai pemenuhan kewajiban regresnya, untuk penyerahan surat wesel
itu dengan protesnya beserta perhitungan yang ditandatangani sebagai tanda
pelunasan.
Setiap
endosan yang telah membayar surat wesel untuk memenuhi kewajiban regresnya,
dapat mencoret endosemennya sendiri dan endosemen-endosemen berikutnya. (KUHD
138, 146 dst, 224.)
Pasal 150.
Dalam
hal akseptasi sebagian dapatlah orang yang telah membayar bagian nilai wesel
yang tidak diakseptasi untuk memenuhi kewajiban regresnya, menuntut, bahwa
pembayaran itu disebutkan dalam surat wesel itu dan padanya diberi tanda
pelunasan.� Di samping itu pemegang harus
menyerahkan kepadanya salinan surat wesel itu yang sama bunyinya beserta
protesnya, untuk memungkinkannya melaksanakan hak-hak regres selanjutnya.
(KUHPerd. 1390; KUHD 125, 143, 166 dst.)
Pasal 151.
������ Setiap orang yang dapat
melakukan hak regres, kecuali dipersyaratkan kebalikannya, dapat mendapatkan
bagi dirinya penggantian kerugian-kerugian itu dengan jalan surat wesel baru
(surat wesel ulangan) yang ditarik sebagai surat wesel untuk salah scorang dari
mereka yang berkewajiban regres terhadapnya, dan harus� dibayar di tempat tinggalnya.
������ Wesel ulangan itu meliputi
kecuali jumlah-jumlah uang yang disebut dalam pasal-pasal 147 dan 148,
jugajumlah-jumlah uang provisi dan meterai dari wesel ulangan.
������ Bila wesel ulangan itu ditarik
oleh pemegang, maka jumlah uangnya ditentukan menurut kurs sebuah wesel
atas-tunjuk, yang ditarik dari tempat surat wesel asli harus dibayar, di tempat
tinggal wajib regres.� Bila wesel ulangan
itu ditarik oleh seorang endosan, maka jumlah uangnya ditentukan menurut kurs
sebuah wesel atas-tunjuk yang ditarik dari tempat tinggal penarik wesel ulangan
itu di tempat tinggal wajib regres. (KUHD 140, 146.).
Pasal 152.
������ Setelah jewat jangka waktu yang
ditetapkan: (KUHD 153.)
������ untuk pengajuan sebuah surat
wesel yang ditarik atas-tunjuk atau untuk waktu tertentu setelah
pengunjukan;� (KUHD 122, 133 dst., 137.)
������ untuk membuat protes
nonakseptasi atau nonpembayaran; (KUHD 143.)
������ untuk pengajuan buat pembayaran
dalam hal ada persyaratan tanpa biaya, (KUHD 145.)
������ gugurlah hak pemegang terhadap
endosan, terhadap tertarik dan terhadap para debitur wesel lainnya, dengan
pengecualian terhadap akseptan. (KUHD 127.)
������ Bila terjadi kelalaian
mengaiukan untuk akseptasi dala- jangka waktu yang ditetapkan oleh penarik,
gugurlah hak regres Pemegang, baik karena nonpembayaran maupun nonakseptasi,
kecuali bila dari kata-kata surat wesel itu ternyata, bahwa penarik hanya
menghendaki untuk membebaskan diri dari kewajiban untuk menjamin akseptasinya.
(KUHD 146, 153.)
������ Bila ketentuan jangka waktu
untuk mengajukan dimuat dalam endosemen, maka hanya endosan itu saja yang dapat
menggunakannya sebagai landasan. (KUHD, 110 dst., 119.)
Pasal 152a.
Surat
wesel nonakseptasi atau nonpembayaran yang diprotes, namun penarik berkewajiban
untuk membebaskan, walaupun protes itu dilakukan tidak pada saatnya, kecuali
bila penarik membuktikan, bahwa pada hari jatuh tempo pembayararmya pada
tertarik ada tersedia dana untuk pembayaran surat wesel itu.� Bila dana yang harus� disediakan hanya ada sebagian, maka penarik
bertanggung jawab untuk kekurangannya. (KUHD 109b dst.; 127a, 143, 146a.)
������ Bila surat wesel itu tidak
diakseptasi, maka jikalau protes dilakukan tidak pada saatnya, penarik yang
dengan ancaman wajib membebaskan, berkewajiban untuk melepaskan dan menyerahkan
kepada pemegangnya tagihan terhadap dana itu, yang telah diterima dari padanya
oleh tertarik pada hari jatuh tempo pembayaran, dan meliputi jumlah wesel itu;
dan ia harus memberikan kepada pemegang atas biayanya, bukti-bukti secukupnya
untuk memungkinkan berlakunya tagihan itu.�
Bila penarik dinyatakan pailit, maka para pengawas hartanya mempunyai
kewajiban yang sama, kecuali bila mereka menganggap lebih baik untuk
mengizinkan pemegang itu sebagai penagih utang untuk jumlah surat wesel itu.
(KUHPerd. 613; KUHD 109c; F. 1, 13.)
Pasal 153.
������ Bila pengajuan surat wesel atau
penyelenggaraan protesnya dalam jangka waktu yang ditentukan terhalang oleh
rintangan yang tidak dapat diatasi (peraturan undang-undang dari suatu negara
atau lain hal di luar kekuasaannya), maka jangka waktu itu diperpanjang.
������ Pemegangnya berkewajiban untuk
segera memberitahukan kepada endosannya tentang keadaan yang di luar
kekuasaannya itu, dan mencantumkan pemberitahuannya pada surat wesel itu atau
halaman sambungannya dengan tanggal dan tanda tangannya; untuk selebihnya
berlaku ketentuan pasal 144.
������ Setelah berakhirnya keadaan
yang di luar kekuasaannya, pemegangnya harus segera terus mengajukan surat
wesel itu untuk akseptasi atau pembayaran, dan mengajukan protes bila ada
alasannya.
������ Bila keadaan di luar
kekuasaannya itu berlangsung lebih dari tiga puluh hari terhitung dari hari
jatuh tempo pembayarannya, maka dapatlah dilakukan hak regresnya tanpa
memerlukan pengajuan atau pembuatan protes.
������ Untuk surat-surat wesel yang
ditarik sebagai wesel atas-tunjuk atau dengan jatuh tempo pembayaran pada waktu
tertentu setelah penunjukkan, berjalannya jangka waktu tiga puluh hari itu
mulai hari ketika pemegang memberitahuktentang keadaan di luar kekuasaannya itu
kepada endosannya, meskipun belum berakhir jangka waktu pengajuan; untuk
surat-surat wesel yang ditarik dengan jatuh tempo pembayaran pada waktu
tertentu setelah pengajuan, maka jangka waktu tiga puluh hari diperpanjang
dengan jangka waktu pengunjukannya yang dinyatakan dalam surat wesel itu.
������ Fakta-fakta yang bersifat
pribadi bagi pemegangnya, atau untuk orang yang ditugaskan olehnya untuk
mengajukan surat wesel itu atau untuk mengadakan protes, tidak dianggap sebagai
hal-hal yang ada di luar kekuasaannya. (KUHD 121 dst., 133 dst., 143, 152,
225.)
Bagian 8. Perantaraan.
sub 1. Ketentuan Umum.
Pasal 154.
������ Penarik, seorang endosan, atau
seorang pemberi aval dapat menunjuk seseorang yang dalam keadaan darurat untuk
mengakseptasi atau membayar. (KUHPerd. 1792 dst.)
Surat
Wesel itu dapat diakseptasi atau dibayar dengan syarat-syarat yang ditetapkan
di bawah ini oleh seseorang yang memberi perantaraan untuk seorarg debitur yang
terhadapnya dapat dilakukan hak regres.
Perantara
itu bisa seorang ketiga, bahkan tertarik, atau orang yang telah terikat
berdasarkan surat Wesel itu, kecuali akseptan. (KUHPerd. 1354, 1382.)
������ Perantara itu memberitahukan
dalam jangka waktu dua hari tentang perantaraannya kepada orang yang diberi
perantaraan olehnya.� Bila ia tidak
Memperhatikan jangka waktu itu, maka bila ada alasan untuk itu, ia bertanggung
jawab untuk kerugian yang disebabkan oleh kelalaiannya, akan tetapi biaya,
kerugian dan bunga tidak dapat melebihi jumlah uang dalam surat Wesel itu.
(KUHPerd. 1355 dst.; KUHD 146, 155 dst.)
2. Akseptasi Dengan Perantaraan.
Pasal 155.
������ Akseptasi dengan perantaraan
dapat terjadi dalam segala� keadaan, di
mana Pemegang surat Wesel yang dapat diakseptasi, sebelum hari jatuh tempo
pembayaran dapat melakukan hak regres, (KUHD 1213.)
������ Bila pada surat Wesel ditunjuk
seseorang untuk mengakseptasinya atau membayar di tempat pembayarannya, dalam
keadaan darurat, maka pemegang tidak dapat melakukan haknya terhadap orang yang
telah melakukan penunjukan dan terhadap mereka yang sesudah itu telah
membubuhkan tandatangannya pada surat Wesel itu, sebelum hari jatuh tempo
pembayarannya, kecuali bila ia telah mengajukan surat Wesel tersebut kepada
orang yang ditunjuk itu dan telah dibuat protes tentang penolakannya untuk
mengakseptasi. (KUHD 142 dst., 1540.)
������ Dalam keadaan-keadaan lainnya
tentang perantaraan, pemegang dapat menolak akseptasi dengan perantaraan.� Akan tetapi bila ia menerimanya, ia
kehilangan hak regresnya yang ia miliki sebelum hari jatuh tempo terhadap orang
untuk siapa telah dilakukan akseptasi itu, dan terhadap mereka yang sesudah itu
telah membubuhkan tandatangannya pada surat Wesel itu. (KUHD 146, 148, 1543.)
Pasal 156.
������ Akseptasi dengan perantaraan
dicantumkan pada surat Wesel; hal itu ditandatangani oleh perantara.� Hal itu menunjuk orangnya untuk siapa
akseptasi itu telah diberikan; bila tidak ada penunjukan itu, dianggap hal itu
telah dilakukan untuk penarik. (KUHPerd. 1915 dst.; KUHD 124, 161.)
Pasal 157.
������ Akseptan dengan perantaraan
terhadap pemegang dan terhadap para endosan yang telah mengendosemenkan surat
Wesel itu setelah orang untuk siapa perantaraan itu diberikan, terikat dengan
cara yang sama seperti mereka yang tersebut di atas ini.
������ Meskipun ada akseptasi dengan
perantaraan, orang untuk siapa hal itu telah dilakukan dan mereka yang wajib
regimes terhadap orang itu dapat menuntut dari pemegangnya penyerahan surat
Wesel itu, protesnya dan perhitungan yang ditanda sebagai pelunasan, dengan
pembayaran kembali jumiah uang yang dimaksud dalam pasal 147, bila ada alasan
untuk itu. (KUHD 127, 146, 159 dst.)
sub 3. Pembayaran Dengan Perantara.
Pasal 158.
������ Pembayaran dengan perantaraan
dapat dilakukan dalam semua keadaan, di mana pemegang mempunyai hak regres,
baik pada hari jatuh tempo, maupun sebelum hari jatuh tempo.
������ Pembayaran itu harus meliputi
seluruh jumlah uang yang harus dilunasi oleh orang untuk siapa hal itu
dilakukan.
������ Hal itu harus berlangsung
paling lambat pada hari terakhir, di mana protes nonpembayaran dapat
diselenggarakan. (KUHD 143, 146 dst.)
Pasal 159.
������ Bila Surat Wesel itu
diakseptasi oleh perantara, yang mempunyai domisili pada tempat pembayaran,
atau bila disebut orang dengan domisili di tempat itu juga yang dalam keadaan
darurat akan membayar, pemegang harus mengajukan surat Wesel itu kepada mereka
semua, dan bila ada alasan untuk itu, harus menyelenggarakan protes
nonpembayaran paling lambat pada hari yang berikut pada hari terakhir waktu hal
ini dapat dilakukan. (KUHPerd. 17 dst., 24.)
������ Bila tidak terjadi protes
dalamjangka waktu tersebut, maka orang yang telah memberikan alamat darurat
atau untuk siapa surat Wesel itu diakseptasi, dan endosan yang kemudian,
terbebas dari segala� ikatan mereka.
(KUHD 143 dst., 145, 164.)
Pasal 160.
������ Pemegang yang menolak
pembayaran dengan perantaraan, kehilangan hak regresnya terhadap mereka yang
seharusnya akan terbebas oleh itu. (KUHD 146, 158.)
Pasal 161.
������ Pembayaran dengan perantaraan
harus dinyatakan dengan tanda pelunasan, dibubuhkan pada surat Wesel dengan
menunjuk kepada orang, untuk siapa hal itu dilakukan.� Bila penunjukan itu tidak ada, maka dianggap
pembayaran itu dilakukan untuk penarik. (KUHPerd. 1915 dst.)
������ Surat Wesel dan protesnya, bila
ini diadakan, harus diserahkan kepada orang yang membayamya selaku perantara.
(KUHD 149.)
Pasal 162.
������ Barangsiapa membayar selaku
perantara, memperoleh hak yang bersumber dari surat Wesel itu terhadap orang
untuk siapa ia telah melakukan pembayaran, dan terhadap mereka yang berdasarkan
surat Wesel terikat pada orang yang tersebut terakhir ini.� Akan tetapi dia tidak boleh
mengendosemenkannya kembali.
������ Para endosan yang berikut untuk
siapa telah dilakukan pembayaran, terbebas dari segala� ikatan.
������ Bila ada beberapa orang yang
mengaiukan untuk pembayaran dengan perantaraan, didahulukan pembayaran yang
menyebabkanjumlah pembebasan yang terbesar.�
Perantara yang dengan sadar melanggar ketentuan ini, kehilangan hak
regresn a terhadap mereka yang seharusnya sudah terbebas. (KUHD 110 dst; 146,
154y3.)
Bagian 9. Lembaran Wesel, Salinan Wesel Dan Surat Wesel yang Hilang.
sub 1. Lembaran Wesel.
Pasal 163.
Surat
Wesel dapat ditarik dalam beberapa lembaran yang bunyinya sama.
������ Lembaran itu harus dibubuhi
nomor dalam teks sendiri dari alas-hak, dan bila hal ini tidak ada, maka setiap
lembar dianggap sebagai surat Wesel tersendiri.
������ Tiap pemegang suatu surat
Wesel, di mana tidak dicantumkan, bahwa hal itu ditarik dalam satu lembar saja,
dapat menuntut atas biayanya untuk menyerahkan beberapa lembar.� Untuk hal itu ia harus menghubungi endosan
yang langsuung mengendosemenkan padanya, yang wajib memberikan bantuannya untuk
meminta kepada endosannya sendiri, dan demikian seterusnya sampai kembali pada
penariknya.� para endosan juga wajib
menulis endosemen itu pada lembaran yang baru. (KUHD 100, 226.)
Pasal 164.
������ Pembayaran yang dilakukan atas
salah satu lembar mengakibatkan pembebasan, meskipun tidak disyaratkan, bahwa
pembayaran tersebut menggugurkan kekuatan berlakunya lembaran-lembaran
lainnya.� Akan tetapi tertarik tetap
terikat oleh setiap lembaran yang diakseptasi dan tidak diserahkan kepadanya.
(KUHD 124.)
������ Endosan yang telah menyerahkan
lembaran itu kepada berbagai orang, demikian pula endosan yang kemudian,
terikat oleh lembaran yang memuat tanda tangan mereka dan tidak diserahkan.
(KUHD 110 dst., 138, 227.)
Pasal 165.
������ Barangsiapa telah mengirimkan
salah satu lembaran untuk akseptasi, harus menunjukkan pada lembaran yang lain,
nama orang pada siapa lembaran itu berada.�
Orang ini berkewajiban untuk menyerahkan lembaran itu kepada pemegang
yang sah dari lembaran lain.
������ Bila ia menolak, maka pemegang
baru dapat melakukan hak regresnya, setelah dia dengan protes mengatakan:
10.��� bahwa lembaran yang
dikirimkan untuk akseptasi setelah diminta tidak diserahkan;
20.��� bahwa ia telah tidak
berhasil memperoleh akseptasi atau pembayaran atas lembaran lain. (KUHD 120,
143, 143b, 146.)
sub 2. Salinan Wesel
Pasal 166.
������ Setiap pemegang surat wesel
mempunyai hak untuk membuat beberapa salinannya.
Salinannya
harus dengan saksama menggambarkan aslinya dengan endosemennya dan semua
penyebutan lainnya, yang terdapat padanya.�
Salinan tersebut harus menunjukkan, di mana salinan itu berakhir.
������ Salinan dapat diendosemenkan
dan di tanda-tangan untuk aval dengan cara dan dengan akibat yang sama seperti
astinya. (KUHPerd. 1888 dst.; KUHD 110, 129, 163, 167.)
Pasal 167.
Salinan
harus menyebutkan orang pada siapa lembaran aslinya berada.
������ Orang ini wajib menyerahkan
lembaran aslinya kepada pemegang yang sah dari salinannya.
������ Bila ia menolak hal ini, maka
pemegang baru hanya dapat melakukan hak regresnya terhadap mereka, yang telah
mengendosemenkan salinannya atau menandatanganinya untuk aval, setelah dengan
protes ia menyelenggarakan pernyataan, bahwa lembaran asli yang telah diminta
tidak diserahkan kepadanya.
������ Bila setelah endosemen yang
terakhir diadakan di atasnya, sebelum salinannya dibuat, lembaran aslinya
memuat klausula; �mulai dari sini endosemen hanya berlaku pada salinannya�,
atau Klausula� lain semacam itu, maka
endosemen yang kemudian diadakan pada lembaran aslinya adalah batal. (KUHPerd.
1888 dst.; KUHD 146, 166.)
sub 3. Surat Wesel yang Hilang.
Pasal 167a.
Barangsiapa
kehilangan surat wes,l yang pemegangnya adalah ia, hanya dapat meminta
Pembayaran dari tertarik dengan mengadakan jaminan untuk waktu tiga puluh
tahun. (KUHPerd. 1830, 1967; KUHD 115, 137, 139, 143b2, 167b, 227a;
Rv. 611 dst.)
Pasal 167b.
Barangsiapa
kehilangan surat wesel yang pemegangnya adalah ia, dan sudah jatuh tempo
pembayarannya dan di mana perlu telah diprotes, hanya dapat melakukan haknya
terhadap akseptan dan terhadap penarik dengan mengadakan jaminan untuk waktu
tiga puluh tahun. (KUHPerd. 1830, 1967; KUHD 115, 137, 139,143b 2, 167a, 227b;
Rv. 611 dst.)
Bagian 10. Perubahan.
Pasal 168.
Bila
ada perubahan dalam teks suatu surat wesel, maka mereka yang kemudian
membubuhkan tandatangannya pada surat wesel itu, terikat menurut teks yang
telah diubah; mereka yang telah membubuhkan tandatangannya sebelum itu terikat
menurut teks yang asli. (KUHD 109, 228; KUHP 264.)
Bagian 11. Daluwarsa.
Pasal 168a.
Dengan
tidak mengurangi ketentuan pasal berikut, maka utang wesel dihapus oleh segala
ikhtiar pembebasan utang wesel yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata. (KUHPerd. 1381; KUHD 228a.)
Pasal 169.
Semua
tuntutan hukum yang timbul dari surat wesel terhadap akseptan, kedaluwarsa
karena lampaunya waktu tiga tahun, terhitung dari hari jatuh temponya.
������ Tuntutan hukum pemegang
terhadap para endosan dan terhadap penariknya kedaluwarsa karena lampaunya
waktu satu tahun, terhitung dari tanggal protes yang dilakukan pada saatnya
atau, dari hari jatuh temponya bila ada Klausula� tanpa biaya.
������ Tuntutan hukum endosan yang
satu terhadap endosan yang lain dan terhadap penarik kedaluwarsa karena
lampaunya waktu enam bulan terhitung dari hari pembayaran surat wesel itu oleh
endosan untuk memenuhi wajib regresnya, atau dan hari endosan sendiri digugat
di depan pengadilan.
(s.d.
u. dg. S. 1935-77jo. 562.) Daluwarsa yang dimaksud
dalam alinea pertama tidak dapat digunakan oleh akseptan, bila atau sejauh ia
telah menerima dana atau telah memperkaya diri secara tidak adil; demikian pula
daluwarsa yang dimaksud dalam alinea kedua dan ketiga tidak dapat digunakan
oleh penarik, bila dan sejauh ia selama tidak menyediakan dana, dan tidak dapat
pula digunakan oleh penarik atau para endosan, yang telah memperkaya diri
secara tidak adil, semuanya tanpa mengurangi ketentuan dalam pasal 1967 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata. (KUHD 190c, 110 dst., 120 dst., 127, 132 dst.,
143, 145 dst., 168a, 170, 229, 229k.)
Pasal 170.
������ Pencegahan daluwarsa hanya
berlaku terhadap orang yang terhadapnya dilakukan tindakan pencegahan daluwarsa
itu. (KUHPerd. 1979 dst., 1982.)
������ (s.d.t. dg. S. 1935-77jo.
562..) Menyimpang dari pasal 1987 dan 1988 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata berlakulah daluwarsa yang dibicarakan dalam pasal
yang lalu terhadap mereka yang belum dewasa dan terhadap mereka yang berada
dalam pengampuan, demikian pula antara suami-istri, dengan tidak mengurangi
hak-tagih mereka yang belum dewasa dan yang dalam pengampuan terhadap wali atau
pengampu mereka. (KUHD 229a.)
Bagian 12. Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 171.
������ Pembayaran suatu surat wesel
yang hari jatuh temponya pada hari raya resmi, baru dapat ditagih pada hari
kerja berikutnya.� Demikian pula semua
tindakan lain berkenaan dengan surat wesel, yaitu pengajuannya untuk akseptasi
dan protesnya, tidak dapat dilakukan selain pada hari kerja.
������ Bila salah satu tindakan itu
harus dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang hari terakhirnya adalah hari
raya resmi, maka jangka waktu ini diperpanjang sampai hari kerja pertama
berikut pada akhir jangka waktu tersebut.�
Hari raya yang terdapat di antara itu dimasukkan dalam perhitungan
jangka waktu. (KUHD 120, 122, 131, 132 dst., 135, 137, 143, 144, 152 dst., 158,
171a, 172, 229b, 229j; Rv. 171.)
Pasal 171a.
(s.d.u.
dg. S. 1935-77;S. 1937-572;S. 1938-161.) yang dianggap
hari raya resmi menurut bagian ini ialah: Minggu, Tahun Baru, Paskah Kristen
kedua dan Pantekosta, kedua hari Natal, Kenaikan Isa Almasih, beserta hari-hari
raya lainnya yang setiap tahun kembali yang ditetapkan oleh Menteri yang
bersangkutan.� Penunjukan tanggal semua
hari raya dimaksud dalam pasal ini, kecuali hari Minggu, dilakukan setiap tahun
dengan surat ketetapan yang dimuat dalam surat kabar resmi sebelum pennulaan
tahun. (KUHD 229b, bis.)
Pasal 172.
������ Dalam jangka waktu yang
ditetapkan undang-undang atau Perjanjian, tidak termasuk hari permulaan jangka
waktu itu. (KUHD 122, 132', 133 , l 351, 137, 141, 1432,
144, 152, 153, 169, 229c.)
Pasal 173.
������ Tiada satu hari penangguhan pun
diizinkan, baik menurut undang-undang, maupun menurut keputusan hakim. (KUHD
143, 229d.)
Bagian 13. Surat Sanggup (Order).
Pasal 174.
������ Surat sanggup (KUHD 100, 179)
memuat:
10.��� baik Klausula� tertunjuk, maupun sebutan, � surat sanggup
�atau promes kepada tertunjuk �, yang dimasukkan dalam teksnya sendiri dan
dinyatakan dalam bahasa yang digunakan dalam alas-hak itu; (AB. 18.)
20.��� penyanggupan tak
bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu;
30.��� penunjukan hari
jatuh tempo; (KUHD 132 dst., 1752.)
40.��� penunjukan tempat
pembayaran harus dilakukan; (KUHD 103, 126.)
50.��� nama orang yang
kepadanya pembayaran itu harus dilakukan atau yang kepada tertunjuk pembayaran
itu harus dilakukan; (KUHD 102, 109a.)
60.��� penyebutan tanggal,
serta tempat surat sanggup itu ditandatangani;
70.��� tanda tangan orang
yang mengeluarkan alas-hak itu (penandatanganan).
Pasal 175.
Alas-hak
yang tidak memuat salah satu pernyataan yang ditetapkan dalam pasal yang lalu,
tidak berlaku sebagai Surat sanggup, kecuali dalam hal tersebut di bawah ini.
Surat
sanggup yang hari jatuh tempo pembayarannya tidak ditunjuk, dianggap harus� dibayar atas-tunjuk.
Bila
tidak terdapat penunjukan khusus, tempat penandatanganannya Surat itu dianggap
sebagai tempat pembayarannya dan juga sebagai domisili penandatangan.
������ Surat sanggup yang tidak menyebutkan
tempat penandatangannya, dianggap ditandatangani di tempat yang disebut di
samping nama dari penandatangan. (KUHPerd. 1915 dst., 1921; KUHD 101'.)
Pasal 176.
������ Selama tidak menyalahi sifat
Surat sanggup, maka terhadapnya berlaku ketentuan-ketentuan mengenai Surat
Wesel tentang:
������ endosemen (Pasal-pasal
110-119);
������ hari jatuh tempo (Pasal-pasal
132-136); pembayaran (Pasal-pasal 137-141);
������ hak regres dalam hal
nonpembayaran (pasal-pasal 142-149, 151-153); pembayaran dengan perantaraan
(pasal-pasal 154, 158-162); salinan Surat Wesel (pasal 166 dan pasal 167);
������ Surat Wesel yang hilang (pasal
167a);
������ perubahan (pasal 168);
������ daluwarsa (Pasal -pasal 168a,
169-170);
������ hari-hari raya, perhitungan
jangka waktu dan larangan hari penangguhan (pasal-pasal 171, 171a, 172 dan
173).
������ Demikian pula terhadap Surat
sanggup berlaku ketentuan tentang Surat Wesel yang harus dibayar oleh Pihak
ketiga atau di tempat lain dari domisili penarik (Pasal 103 dan pasal 126),
Klausula� bunga (pasal 104), Perbedaan
pernyataan berkenaan dengan jumlah uang yang harus dibayar (pasal 105), akibat
pembubuhan tanda tanpa adanya keadaan dimaksud dalam pasal 106, akibat dari
tanda tangan seseorang yang bertindak tanpa wewenangnya (pasal 107) dan Surat
Wesel blangko (pasal 109)
������ Demikian pula terhadap surat
sanggup� berlaku ketentuan mengenai aval
(pasal 129 -131); bila sesuai dengan apa yang ditentukan pada� pasal 130 alinea terakhir, aval itu tidak
menyebutkan kepada siapa aval itu diberikan, dianggap diberikan atas tanggungan
penandatangan surat anggup itu.
Pasal 177.
Penandatangan
Surat sanggup terikat dengan cara yang sama seperti akseptan Surat Wesel. (KUHD
127; Rv. 299, 581 -I sub 21.)
������ Surat sanggup yang harus� dibayar pada waktu tertentu setelah
pengunjukan, harus diajukan kepada penandatangan untuk ditandatangani sebagai
tanda "telah dilihat " dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam pasal
122.� Jangka waktu pengunjukan
berlangsung mulai pada� tanda itu, yang
harus� dibuat oleh penandatangan pada
Surat sanggup itu.
������ Penolakan untuk memberikan
tanda tangan itu, harus dinyatakannya dengan protes (pasal 124) yang tanggalnya
merupakan permulaan berlangsungnya jangka, waktu pengunjukan.
BAB VII. CEK, PROMES DAN KWITANSI ATAS-TUNJUK.
Anotasi:
������ Bab VII yang lama telah diganti
dengan Bab VII yang baru ini berdasarkan S. 1935 -77jo. 562, yang mulai berlaku
tanggal 1 Januari 1936, dengan tujuan untuk menyesuaikan dengan
ketentuan-ketentuan dari Undang-undang 17 Nopember 1933, N. S. 1933-613, yang
telah diatur sesuai dengan Traktat Genewa 19 Maret 1931.
Traktat
ini bertujuan:
1.���� memberlakukan undang-undang
yang seragam mengenai cek;
2.���� mengatur penyelesajan
perselisihan perundang-undangan tertentu mengenai cek;
3.���� mengatur undang-undang bea
meterai cek.
Traktat
ini telah dinyatakan berlaku terhadap antara lain Indonesia dengan
Undang-undang 2 Agustus 1935, N.S. 1935-490 yang mulai berlaku pada tanggal 29
Des. 1935.
Bagian 1. Pengeluaran Dan Bentuk Cek.
Pasal 178.
������ Cek memuat: (KUHD 100, 174.)
10 ��� Nama �cek ",
yang dimasukkan dalam teksnya sendiri dan dinyatakan dalam bahasa yang
digunakan dalam alas-hak itu; (AB. 18.)
20.��� perintah tidak
bersyarat untuk membayar suatu jumlah uang tertentu;
30.��� nama orang yang
harus membayar (tertarik);
40.��� penunjukan tempat
pembayaran harus dilakukan; (KU HD 185.)
50.��� pernyataan tanggal
penandatanganan beserta tempat cek itu ditarik; (KUHD 1794.)
60.��� tanda tangan orang
yang mengeluarkan cek itu (penarik).
Pasal 179.
Alas-hak
yang di dalamnya tidak memuat salah satu pernyataan yang ditetapkan dalam pasal
yang lalu, tidak berlaku sebagai cek, kecuali dalam hal tersebut di bawah ini.
Bila
tidak terdapat penunjukan khusus, tempat yang ditulis di samping nama penarik
dianggap sebagai tempat pembayarannya.�
Bila ditulis beberapa tempat di samping nama penarik, maka cek itu harus
dibayar di tempat yang ditulis pertama.
Bila
tidak terdapat penunjukan itu atau penunjukan lain apa pun, maka cek itu harus
dibayar di tempat kedudukan kantor pusat tertarik.
Cek
yang tidak menunjukkan tempat ditarik, dianggap telah ditandatangani di tempat
yang disebut di samping nama penarik. (KUHD 101, 175.)
Pasal 180.
Cek
itu harus� ditarik atas seorang bankir
yang menguasai dana untuk kepentingan penarik, dan menurut perjanjian tegas
atau secara diam-diam yang menetapkan, bahwa penarik mempunyai hak untuk
menggunakan dana itu dengan menarik cek.�
Akan tetapi bila peraturan-peraturan itu tidak diindahkan, maka alas-hak
itu tetap berlaku sebagai cek. (KUHD 190a dst., 214-216, 229a, bis.)
Pasal 181.
������ Cek tidak dapat diakseptasi.
Suatu pernyataan akseptasi yang dibuat pada cek itu dianggap tidak ditulis.
(KUHD 120 dst.)
Pasal 182.
Cek
dapat ditetapkan untuk dibayarkan:
- ���� kepada orang yang namanya
disebut dengan atau tanpa Klausula�
tegas: "kepada tertunjuk "; (KUHD 1830, 191.)
- ���� kepada orang yang namanya
disebut dengan klausula: "tidak kepada tertunjuk ", atau
Klausula� semacam itu;
- ���� atas-tunjuk.
Cek
yang ditetapkan harus dibayarkan kepada orang yang namanya disebut, dengan
menyatakan: "atau atas-tunjuk ", atau istilah semacam itu berlaku
sebagai cek atas-tunjuk.
Cek
tanpa pernyataan tentang penerimaannya berlaku sebagai cek atas-tunjuk.
Pasal 183.
Cek
dapat berbunyi kepada yang ditunjuk oleh penarik.
������ Cek dapat ditarik atas beban
pihak ketiga.� Penarik dianggap menarik
atas bebannya sendiri bila dari cek itu atau dari Surat pemberitahuannya tidak
ternyata atas beban siapa hal itu dilakukan.
������ Cek dapat ditarik pada
penariknya sendiri. (KUHD 102.)
Pasal 183a.
Bila
penarik memuat dalam cek pernyataan: "nilai untuk diinkaso�, "untuk
inkaso ", "diamanatkan ", atau pernyataan lain yang membawa arti
amanat belaka untuk memungut, penerima dapat melakukan semua hak yang timbul
dari cek itu, akan tetapi Ia tidak dapat mengendosemenkannya, selain� dengan cara mengamanatkannya.
������ Dalam cek demikian para debitur
cek hanya dapat menggunakan alat-alat pembantah terhadap pemegangnya, seperti
yang semestinya dapat digunakan terhadap penarik.
������ Amanat yang dimuat dalam
cek-inkaso tidak berakhir karena meninggalnya pemberi amanat atau karena
pemberi amanat menjadi tak cakap menurut hukum. (KUHPerd. 1792 dst., 1813; KUHD
102a, 117 , 200, 210, 221.)
Pasal 184.
Klausula� bunga yang dimuat dalam cek dianggap tidak
ditulis. (KUHD104.)
Pasal 185.
Cek
dapat ditentukan bahwa dapat dibayar di tempat tinggal pihak ketiga, baik di
tempat tinggal tertarik, ataupun di tempat lain. (KUHPerd. 17 dst., 24; KUHD
103.)
Pasal 186.
������ Cek yang jumlah uangnya ditulis
lengkap dalam huruf danjuga dengan angka, bila terdapat perbedaan, berlaku
jumlah yang ditulis lengkap dalam huruf.�
Cek yang jumiah uangnya ditulis beberapa kali, baik lengkap dengan huruf
maupun dengan angka, bila terdapat perbedaan, hanya berlaku jumlah yang
terkecil. (KUHPerd. 1878 dst.; KUHD 105.)
Pasal 187.
������ Bila cek itu memuat tanda
tangan orang yang tidak cakap menurut hukum untuk mengikatkan diri dengan
menggunakan cek, tanda tangan palsu, atau tanda tangan dari orang rekaan, atau
tanda tangan orang-orang yang karena alasan lain apa pun juga, tidak dapat
mengikat orang-orang yang telah membubuhkan tanda tangan mereka atau orang yang
atas namanya telah dilakukan hal itu, namun perikatan-perikatan dari
orang-orang lain yang tanda tangannya terdapat pada cek itu, berlaku sah. (KUHD
106; KUHP 264.)
Pasal 188.
������ Setiap orang yang membubuhkan
tanda tangartnya di atas cek sebagai wakil dari seseorang untuk siapa Ia tidak
mempunyai wewenang untuk bertindak, Ia sendiri terikat karena cek itu, dan
setelah membayar, mampunyai hak yang sama seperti yang semestinya harus
dipunyai oleh orang yang diwakw olehnya.�
Hal itu berlaku juga terhadap wakil yang melampaui batas wewenangnya.
(KUHPerd. 1797, 1806; KUHD 107.)
Pasal 189.
Penarik
menjamin pembayarannya.� Setiap
Klausula� yang meniadakan kewajiban ini,
dianggap tidak ditulis. (KUHD 108, 190a, 229f; Rv. 2292, 581-1 sub 11.)
Pasal 190.
������ Bila cek, yang pada waktu
pengeluarannya tidak lengkap, telah dibuat lengkap, bertentangan dengan
perjanjian-perjanjian yang telah dibuat, maka kepada pemegang tidak dapat
digjukan tentang tidak memenuhi peijardian-perjanjian itu, kecuali pemegang
telah memperoleh cek itu dengan itikad buruk atau karena kesalahan yang besar.
(KUHD 109.)
Pasal 190a.
������ Penarik atau seseorang yang
atas tanggungannya cek itu ditarik, wajib berusaha agar dana yang diperlukan
untuk pembayaran pada hari pengajuartnya ada di tangan tertarik, sekalipun bila
cek itu ditetapkan harus dibayar oleh pihak ketiga, dengan tidak mengurangi
kewajiban penarik sesuai dengan pasal 189. (KUHD 109b, 190b.)
Pasal 190b.
������ Tertarik dianggap mempunyai
dana yang diperlukan, bila pada waktu pengajuan cek itu kepada penarik atau
kepada orang yang atas tanggungannya cek itu ditarik, ia mempunyai utang
sejumlah uang yang sudah dapat ditagih, paling sedikit sama denganjumlah pada
cek itu. (KUHD 109c, 180, 217a, 22 la.)
Bagian 2. Pengalihan.
Pasal 191.
������ Cek yang ditetapkan agar harus
dibayarkan kepada orang yang namanya disebut dengan atau tanpa Klausula� yang tegas "kepada tertunjuk ",
dapat dialihkan dengan jalan endosemen.
������ Cek yang ditetapkan agar harus
dibayarkan kepada orang yang namanya disebut dengan klausula: "tidak
kepada tertunjuk ", atau Klausula�
semacam itu, hanya dapat dialihkan dalam bentuk sesi biasa beserta
akibatnya.� Endosemen yang ditempatkan
pada cek demikian berlaku sebagai sesi biasa. (KUHPerd. 613.)
������ Endosemen itu bahkan dapat
ditetapkan untuk keuntungan penarik atau setiap debitur cek lainnya.� Orang ini dapat mengendosemenkan lagi cek
itu. (KUHD 110 dst., 192 dst.)
Pasal 192.
������ Endosemen harus tidak
bersyarat.� Setiap syarat yang dimuat di
dalamnya dianggap tidak ditulis.
Endosemen
untuk sebagian adalah batal.
������ Demikian juga endosemen dari
tertarik adalah batal.
������ Endosemen atas-tunjk berlaku
sebagai endosemen blangko.
������ Endosemen kepada tertarik hanya
berlaku sebagai pemberian pernyataan lunas, kecuali bila tertarik mempunyai
beberapa kantor dan bila endosemen itu ditetapkan untuk keuntungan kantor lain
daripada kantor yang atasnya cek itu ditarik. (KUHD 193.)
Pasal 193.
������ Endosemen harus dibuat di atas
cek atau pada lembaran yang dilekatkan padanya (lembaran sambungan).
Hal
itu harus ditandatangani oleh endosan.
Endosemen
itu dapat membiarkan pihak yang�
diendosemenkan tidak disebut, atau endosemen itu hanya terdiri dari
tanda tangan endosan (endosemen blangko). Dalam hal terakhir, agar dapat
berlaku sah, endosemen itu harus dibuat di halaman belakang cek itu atau pada
lembaran sambungannya. (KUHD 112, 2033.)
Pasal 194.
Dengan
endosemen itu dipindahkan semua hak yang�
bersumber pada cek itu. Bila endosemennya itu dalam blangko, pemegangnya
dapat:
10 ��� mengisi blangko itu
baik dengan namanya sendiri ataupun dengan nama orang lain;
20 ��� mengendosemenkan
lagi cek itu dalam blangko atau kepada orang lain;
30 ��� menyerahkan cek itu
kepada orang ketiga tanpa mengisi blangkonya dan tanpa mengendosemenkannya.
(KUHPerd. 612; KUHD 113.)
Pasal 195.
Kecuali
bila dipersyaratkan lain, maka endosan menamin pembayarannya. (Rv. 2992, 581-1
sub 11.)
������ Ia dapat melarang endosemen
baru; dalam hal itu is tidak menjamin pembayarannya terhadap mereka kepada
siapa cek itu diendosemenkan kemudian. (KUHD 114.)
Pasal 196.
������ Barangsiapa memegang cek yang
dapat dialihkan dengan endosemen, dianggap sebagai pemegangnya yang sah, bila
Ia menunjukkan haknya dengan memperuhatkan deretan endosemen yang� tak terputus, bahkan bila endosemen terakhir
dibuat sebagai endosemen blangko.�
Endosemen-endosemen yang dicoret dianggap dalam hal itu tidak
ditulis.� Bila endosemen blangko diikuti
oleh endosemen lain, maka penandatangan endosemen terakhir ini dianggap telah
memperoleh cek itu karena endosemen blangko. (KUHPerd. 1977; KUHD 1151,
1911, 198, 212, 227a.)
Pasal 197.
������ Endosemen yang terdapat pada
cek atas-tunjuk membuat endosan bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan
mengenai hak regres; selanjutnya hal itu tidak membuat menjadi cek kepada
tertunjuk. (KUHD 182, 191, 195, 217 dst.)
Pasal 198.
������ Bila seseorang dengan jalan apa
pun juga telah kehilangan cek yang dikuasainya, maka pemegang cek tersebut,
tidak wajib untuk menyerahkan kembali, kecuali bila Ia telah memperolehnya
dengan itikad buruk atau mendapatnya karena kesalahan yang besar, dan hal itu
tidak dibedakan apakah mengenai cek atas-tunjuk atau cek yang dapat
diendosemenkan, yang haknya alas cek itu dibuktikan oleh pemegang dengan cara
yang diatur dalam pasal 196. (KUHPerd. 582; KUHD 115', 182, 191, 212, 227a.)
Pasal 199.
������ Mereka yang ditagih berdasarkan
cek terhadap pemegangnya tidak dapat menggunakan alat-alat pembantah yang
berdasarkan hubungan pribadinya dengan penarik atau para pemegang yang
terdahulu, kecuali bila pada waktu memperoleh cek itu dengan sengaja telah
bertindak dengan merugikan debitur. (KUHD 116.)
Pasal 200.
������ Bila endosemen memuat
pernyataan: "nilai untuk diinkaso ", "untuk inkaso",
"diamanatkan " atau pernyataan yang membawa arti amanat belaka untuk
memungut, maka pemegangnya dapat melakukan semua hak yang� timbul dari cek itu, akan tetapi Ia tidak
dapat mengendosenlenkannya secara lain daripada secara mengamanatkannya.
������ Dalam hal itu para debitur cek
hanya dapat menggunakan alat-alat pembantah terhadap pemegangnya, seperti yang
semestinya dapat digunakan terhadap endosan.
������ Amanat yang dimuat dalam
endosemen inkaso tidak berakhir karena meninggalnya pemberi amanat atau karena
kemudian pemberi amanat menjadi tak cakap menurut hukum. (KUHPerd. 1792 dst.,
1813; KUHD 117, 183a.)
Pasal 201.
������ Endosemen yang� dilakukan pada cek setelah protes atau
keterangan yang sama dengan itu, atau setelah habis jangka waktu pengajuan,
hanya mempunyai akibat dari sesi biasa. (KUHPerd. 613.)
������ Dengan pengecualian pembuktian
kebaukannya, endosemen tanpa tanggal dianggap telah dibuat sebelum protes atau
keterangan yang sama dengan itu, atau sebelum lampaunya jangka waktu yang
dimaksud dalam alinea� yang lalu.
(KUHPerd. 1915 dst.; KUHD 119, 217 dst., 220.)
Bagian 3. Aval (Perjanjian Jaminan).
Pasal 202.
������ Pembayaran cek dapat duamin
dengan perjanjian jaminan (aval) untuk seluruhnya atau sebagian dari uang cek
itu.
������ Penjaminan tersebut dapat
diberikan oleh pihak ketiga, atau bahkan oleh orang yang tanda tangannya
terdapat pada cek itu, kecuali oleh tertarik. (KUHPerd. 1820 dst.; KUHD 129,
178-3', 192 3 , 203 dst.)
Pasal 203.
������ Aval itu ditulis dalam cek itu
atau di atas lembaran sambungannya.
������ Hal itu dinyatakan dengan
kata-kata: "baik untuk aval ", atau dengan pernyataan semacam itu;
yang ditandatangani oleh pemberi aval.
������ Tanda tangan saja dari pemberi
aval pada halaman depan cek itu berlaku sebagai aval, kecuali bila tanda tangan
itu dari penarik. (KUHPerd. 1824.)
������ Hal itu dapat juga dilakukan
dengan naskah tersendiri atau dengan sepucuk surat yang menyebutkan tempat di
mana hal itu diberikan.
������ Dalam aval harus dicantumkan
untuk siapa hal itu diberikan.� Bila hal
ini tidak ada, dianggap diberikan untuk penarik. (KUHD 130, 204.) 204.� Pemberi aval terikat dengan cara yang sama
seperti orang yang diberi aval. (KUHPerd. 1280, 1282, 1831 dst; Rv. 2992 , 581
- f sub IO.)
������ Perikatannya berlaku sah,
sekalipun perikatan yang dijamin olehnya batal oleh sebab lain daripada cacat
dalam bentuk. (KUHPerd. 1821.)
������ Dengan membayar, pemberi aval
memperoleh hak-hak yang berdasarkan cek itu dapat digunakan terhadap orang yang
diberi aval dan terhadap mereka yang berdasarkan cek itu terikat padanya.
(KUHPerd. 1839 dst.; KUHD 131.)
Bagian 4. Pengajuan dan Pembayaran.
Pasal 205.
������ Cek harus dibayar pada waktu
ditunjukkan.� Setiap pernyataan
sebaliknya dianggap tidak ditulis.
������ Cek yang diajukan untuk
pembayaran sebelum tanggal yang disebut sebagai tanggal pengeluaran, dapat
dibayar pada hari pengajuannya. (KUHD 206, 209.)
Pasal 206.
������ Sepucuk cek yang dikeluarkan
atau yang harus dibayar di Indonesia harus diajukan untuk pembayaran dalam
waktu tujuh puluh hari.
������ Jangka waktu tersebut di atas
mulai berjalan sejak hari yang disebut pada cek itu sebagai hari
pengeluarannya. (KUHD 133', 137, 209, 217, 226, 229i.)
Pasal 207.
������ Hari pengeluaran cek yang
ditarik antara dua tempat dengan tarikh yang berbeda dijatuhkan pada hari yang
sama dari tarikh tempat pembayaran. (KUHD 136 2.)
Pasal 208.
������ Pengajuan kepada lembaga
pemberesan (verrekeningskamer) berlaku sebagai pengajuan untuk pembayaran. (KUHD
217-31.)
������ Oleh Gubernur Jenderal (dalam
hal ini Pemerintah) akan ditunjuk badan-badan yang dianggap sebagai lembaga
tersebut dalam arti bab ini. (KUHD 137 2.)
Pasal 209.
Penarikan
kembali cek itu hanya berlaku setelah jangka waktu pengajuan berakhir.
������ Bila tidak ada penarikan
kembali, maka tertarik dapat membayar bahkan setelah jangka waktu berakhir.
(KUHD 206.)
Pasal 210.
������ Baik kematian penaiik maupun
ketidakcakapannya menurut hukum yang timbul setelah pengeluaran cek itu, tidak
berpengaruh pada akibat-akibat dari cek. (KUHPerd. 1792, 1813; KUHP 1173,
183 a 3, 187, 2003.)
Pasal 211.
������ Diluar hal dimaksud dalam pasal
227a, tertarik yang telah membayar dapat menuntut penyerahan cek tersebut
lengkap dengan tanda pelunasan secukupnya dari�
pemegang.
������ Pemegang tidak boleh menolak
pembayaran sebagian.
������ Dalam hal pembayaran sebagian,
tertarik dapat menuntut, bahkan pembayaran dinyatakan dalam cek dan bahwa untuk
itu ia mendapat tanda pembayaran. (KUHPerd. 1390; KUHD 138.)
Pasal 212.
������ Tertarik yang membayar cek
dengan endosemen, wajib meneliti tertibnya deretan endosemen, akan tetapi tidak
tanda tangan para endosertien. (KUHD 1392, 196; KUHPerd. 1385 dst.;
1405-10.)
������ Bila ia, setelah membayar yang
tidak membebaskan, wajib membayar untuk kedua kalinya, maka Ia berhak menagih
kepada mereka semua yang telah memperoleh cek itu dengan itikad buruk, atau
yang memperolehnya karena kesalahan yang besar. (KUHPerd. 1386 dst.; KUHD 139',
198, 209, 227a.)
Pasal 213.
������ Cek yang pembayarannya
dipersyaratkan dalam uang lain dari uang di tempat pembayarannya dapat dibayar
dalam jangka waktu pengajuan dengan uang dari negerinya menurut nilai pada hari
pembayaran.� Bila pembayaran itu tidak
terjadi pada waktu diajukan, pemegang dapat menuntut sesuai dengan pilihannya,
bahwa jumlah pada cek itu dibayar dalam uang negerinya menurut kurs, baik dari
hari pengajuan, maupun dari hari pembayaran.
������ Nilai uang asing itu ditetapkan
menurut kurs pada tempat pembayarannya.�
Akan tetapi penarik dapat menetapkan, bahwa jumlah yang harus dibayar diperhitungkan
menurut kurs yang ditetapkan dalam cek itu. (AB. 1-8.)
������ Hal yang tercantum di atas
tidak berlaku, bila penarik menetapkan, bahwa pembayarannya harus dilakukan
dalam uang tertentu yang ditunjuk (Klausula�
pembayaran sesungguhnya dalam uang asing).
������ Bila jumlah dari cek itu
dinyatakan dalam uang yang mempunyai nama yang sama, akan tetapi mempunyai
nilai yang berbeda dalam negeri pengeluarannya dan dalam negeri tempat
pembayarannya, maka dianggap, bahwa yang dimaksud adalah uang dari tempat pembayaran.
(KUHPerd. 1756 dst., 1915 dst.; KUHD 60, 140, 178-2-.)
Bagian 5. Cek Bersilang Dan Cek Untuk Perhitungan.
Pasal 214.
������ Penarik atau pemegang cek dapat
menyilangnya dengan akibat yang disebut dalam pasal berikut.
������ Penyilangan dilakukan dengan
menempatkan dua garis sejajar di halaman depan cek itu.� Penyilangan ada yang umum atau ada juga yang
khusus.
������ Penyilangan itu umum, bila
tidak memuat di antara dua garis itu suatu penunjukan pun, atau pernyataan:
"bankir " atau kata semacam itu; penyilangan itu khusus, bila
terdapat nama seorang bankir di antara dua garis itu.
������ Penyilangan umum dapat diubah
menjadi penyilangan khusus, tapi penyilangan khusus tidak dapat diubah menjadi
penyilangan umum.
������ Pencoretan penyilangan atau
naina bankir yang ditunjuk dianggap tidak pernah terjadi.
Pasal 215.
������ Cek dengan penyilangan umum
oleh tertarik hanya dapat dibayar kepada bankir atau kepada nasabah tertarik.
������ Cek dengan penyilangan khusus
oleh tertarik hanya dapat dibayar kepada bankir yang ditunjuk, atau bila bankirr
ini tertarik hanya kepada salah seorang nasabahnya.� Akan tetapi bankir yang disebut dapat
mengalihkan cek itu kepada bankir lain untuk diinkaso.
������ Seorang bankir hanya boleh
menerima cek bersilang dari salah seorang nasabahnya atau dari seorang bankir lain.
Ia tidak boleh menagih atas beban orang lain selain dari orang tersebut.
������ Cek yang memuat lebih dari satu
penyilangan khusus, hanya boleh dibayar oleh tertatik, bila tidak memuat lebih
dari dua penyilangan yang satu di antaranya bertwuan untuk penagihan oleh suatu
lembaga pemberesan.
������ Tertarik atau bankir yang tidak
mentaati ketentuan di atas, harus bertanggung jawab untuk kerugian sebesar
jumlah dari cek itu. (KUHD 180, 229a, bis.)
Pasal 216.
������ Penarik, juga pemegang cek,
dapat melarang pembayaran dalam uang tunai dengan menyebutkan pada halaman
depan dengan arah miring: "untuk dimasukkan dalam rekening " atau
pernyataan semacam itu.
������ Dalam hal demikian, cek itu
hanya memberi alasan kepada tertarik untuk membukukannya (rekening koran, giro
atau kompensasi).� Pembukuan berlaku
sebagai pembayaran.
������ Pencoretan pernyataan:
"untuk diinasukkan dalahi rekening " dianggap tidak pernah terjadi.
������ Tertarik yang tidak menaati
ketentuan di atas, bertanggungjawab untuk kerugian sebesar jumlah dari cek itu.
(KUHPerd. 1338 dst.; KUHD 211-213, 218a.)
Bagian 6. Hak Regres Dalam Hal Nonpembayaran.
Pasal 217.
������ Pemegang dapat melakukan hak
regresnya terhadap para endosan, penarik dan para debitur cek yang lain, bila
cek yang diajukan@epat pada waktunya tidak dibayar, dan bila perubahan itu
ditetapkan:
10.��� baik dengan akta
otentik (protes); (KUHD 218b.)
20.��� atau dengan
keterangan tertarik yang diberi tanggal dan ditulis di atas cek dengan
pernyataan hari pengajuannya; (KUHD 143d, 220.)
30.��� ataupun dengan
keterangan yang diberi tanggal dari suatu lembaga pem. beresan, di mana
dinyatakan bahwa cek itu telah diajukan tepat pada waktunya dan tidak dibayar.
(KUHD 142 dst., 208', 227 dst.)
Pasal 217a.
������ Bila nonpembayaran dari cek
ditetapkan dengan protes atau dengan keterangan yang disamakan dengan itu, maka
bagaimanapun juga penarik wajib menjamin ganti rugi, meskipun protes atau
keterangan tidak diberikan pada waktunya, kecuali bila dibuktikan bahwa pada
hari cek diajukan dana yang diperlukan untuk pembayaran ada di tangan tertarik.� Bila dana yang dibutuhkan hanya ada sebagian,
maka penarik bertanggung jawab atas kekurangannya.
������ Dalam hal protes atau
keterangan yang tidak diberikan pada waktunya, maka penarik dengan ancaman
hukuman, wajib menjamin ganti rugi, wajib melepaskan dan menyerahkan kepada
pemegang, tagihan atas dana penarik, yang ada di tangan tertarik pada hari
pengajuan sebesarjumlah cek itu; dan Ia harus memberikan kepada pemegang atas
biayanya ini, bukti yang diperlukan untuk membuat tagihan itu berlaku sah.� Bila penarik dinyatakan dalam kepailitan,
maka para pengawas hartanya mempunyai kewajiban yang sama seperti itu, kecuali
bila mereka lebih suka untuk mengizinkan tampil sebagai penagih untuk jumlah
cek itu. (KUHD 152a, 180,190a dst., 229g; KUHPerd. 613; F. 1, 13.)
Pasal 218.
������ Protes atau keterangan yang
disamakan dengan itu harus dilakukan sebelum akhir jangka waktu pengajuan.
������ Bila pengajuan terjadi pada
hari terakhir jangka waktu tersebut, protes atau keterangan yang disamakan
dengan itu dapat dilakukan pada hari kerja pertama berikutnya. (KUHD 1432,3,
206.)
Pasal 218a.
Pembayaran
cek harus diminta dan protes yang menyusul kemudian harus dilakukan di tempat
tinggal tertarik. (KUHD 178-41.)
������ Bila cek ditarik untuk dibayar
di tempat lain yang ditunjuk atau oleh orang lain yang ditunjuk, baik di
kabupaten yang sama, maupun di kabupaten lain, maka permintaan pembayaran harus
diminta dan protes dibuat di tempat yang ditunjuk atau kepada orang yang
ditunjuk itu.
������ Bila orang yang harus membayar
cek tidak dikenal sama sekali atau tidak dapat ditemukan, maka protes itu harus
dilakukan pada kantor pos di tempat tinggal yang ditunjuk untuk pembayaran, dan
bila di sana tidak ada kantor pos, di daerab Gubememen Jawa dan Madura kepada
assisten-residen, dan di luar itu kepada KepaIa Pemerintahan Daerah
setempat.� Demikian pulalah harus
dilakukan seperti itu, bila suatu cek ditarik untuk dibayar di kabupaten lain
daripada tempat tinggal tertarik, dan tempat tinggal di mana pembayaran harus dilakukan
tidak ditunjuk. (KUHPerd. 1393; KUHD 143a, 205 dst.; F. 962.)
Pasal 218b.
Protes
nonpembayaran dilakukan oleh notaris atau juru sita.� Hal itu harus disertai dengan dua saksi.
Protes
itu memuat:
10.��� Salinan kata demi
kata dari cek itu, dari�
endosemen-endosemen, dari avalnya, dan dari alamat-alamat yang ditulis
di atasnya;
20.��� pernyataan, bahwa
mereka telah meminta pembayarannya kepada orangorang atau di tempat yang
disebut dalam pasal yang lalu dan tidak memperolehnya;
30.��� pernyataan alasan
yang telah dikemukakan tentang nonpembayaran;
40.��� penerimaannya
untuk.menandatangani protes itu, dan alasan penolakannya;
50.��� pernyataan, bahwa
la, notaris atau juru sita, karena penolakan itu telah memprotes.
Bila
protes itu mengenai cek yang hilang, cukuplah dengan uraian yang
seteliti-telitinya dari isi cek itu, untuk mengganti apa yang ditentukan dalam
nomor 1 alinea yang lalu. (KUHD 143b, 217-11, 227a dst.; Not. 1, 20 dst.)
Pasal 218c.
para
notaris atau para juru sita dengan ancaman untuk mengganti biaya-biaya,
kerugian dan bunga, wajib untuk membuat salinan protes tersebut dan
memberitahukan hal itu dalam salinan, dan membukukannya dalam register khusus
menurut urutan waktu, yang diberi nomor dan tanda pengesahan oleh Ketua raad
van justitie, bila tempat tinggal mereka dalam kabupaten di mana raad van
justitie itu berada dan di luar itu, oleh hakim pengadilan karesidenan; bila
ini tidak ada, terhalang atau tak mungkin bertindak, di daerah Gubememen Jawa
dan Madura oleh asisten-residen dan di luar itu oleh KepaIa Pemerintahan
Daerah, setempat. �Mereka juga wajib,
biIa dikehendald, menyerahkan selembar atau lebih dari salinan protes itu
kepada mereka yang berkepentingan. (KUHD 143c; Rv. 4, 8.)
Pasal 219.
Pemegangnya
harus memberitahukan kepada endosannya dan kepada penariknya tentang
nonpembayaran itu dalam empat hari kerja berikut dari hari protes, atau
keterangan yang disamakan dengan itu dan, bila cek itu ditarik dengan
Klausula� tanpa biaya, berikut dari hari
pengajuan.� Setiap endosan harus
memberitahukan kepada endosannya dalam dua hari kerja yang berikut dan hari
penerimaan pemberitahuan itu, tentang pemberitahuan yang diterima olehnya,
dengan menyebut nama dan alamat mereka yang telah melakukan pembeiitahuan yang
lebih dahulu, dan demikian seterusnya kembali pada penariknya. Jangka waktu ini
berjalan mulai dari penerimaan pemberitahuan yang lebih dahulu.
Bila
sesuai dengan alinea yang lalu disampaikan pemberitahuan kepada seseorang yang
tandatangannya terdapat pada cek itu, harus disampaikan pemberitahuan yang sama
dalam jangka waktu itu juga kepada pemberi avalnya.
Bila
seorang endosan tidak menyatakan alamatnya atau menyatakannya dengan cara yang
sukar dibaca, sudah cukuplah dengan pemberitahuan kepada endosan yang lebih
dahulu.
������ Barangsiapa harus mengadakan
pemberitahuan, dapat melakukan hal itu dalam bentuk apa pun, bahkan dapat
dengan hanya mengirimkan kembali cek itu. Ia harus membuktikan, bahwa Ia telah
melakukan pemberitahuan itu dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.� Jangka waktu tersebut dianggap telah
diindahkan, bila surat yang memuat pemberitahuan itu dalam jangka waktu
tersebut telah disampalkan dengan pos. (KUHPerd. 1916.)
������ Barangsiapa melakukan
pemberitahuan itu tidak dalam jangka waktu tersebut di atas, tidak menyebabkan
dirinya kehilangan hak; bila ada alasannya, Ia bertanggungjawab atas
segala� kerugian yang disebabkan oleh
kelalaiannya, akan tetapi biaya, kerugian dan bunga itu, tidak mungkin
melampaui jumlah cek itu. (KUHPerd. 1243 dst.; KUHD 144, 217 dst.)
Pasal 220.
������ Penarik, seorang endosan atau
seorang pemberi aval, dapat membebaskan pemegangnya dari pembuatan protes atau
keterangan yang disamakan dengan itu untuk melakukan hak regresnya, dengan
jalan� klausula: "tanpa biaya",
"tanpa protes" atau Klausula�
lain semacam itu yang ditulis dan ditandatangani di atas cek itu.
������ Klausula� ini tidak membebaskan pemegang dari pengajuan
cek itu dalam jangka waktu yang ditetapkan ataupun dari penyelenggaraan
pemberitahuannya.� Bukti tentang tidak
dundahkannya jangka waktu itu harus dibenkan oleh mereka yang mendasarkan
haknya atas hal itu terhadap pemegang.
������ Bila Klausula� itu dibuat oleh penarik, maka hal itu
berakibat terhadap mereka Semua yang tandatangannya terdapat pada cek itu; bila
hal itu dibuat oleh endosan atau oleh pemberi aval, maka hal ini hanya
berakibat terhadap endosan atau pemberi aval saja.� Meskipun ada Klausula� yang ditetapkan oleh penarik, bila pemegang
menyuruh juga menetapkan penolakan pembayaran itu dengan protes atau keterangan
yang dlganiakan dengan itu, maka biaya menjadi bebannya.� Bila Klausula�
itu berasal dari endosan atau pemberi aval, maka biaya untuk protes atau
keterangan yang dlqamakan dengan itu, bila dibuat akta semacam itu, dapat
ditagih dari mereka yang tandatangannya terdapat pada cek itu. (KUHD 145, 206,
217-20, 219.)
Pasal 221.
������ Semua orang yang terikat
berdasarkan cek, masih terikat untuk sepenuhnya terhadap pemegangnya.� Di samping itu juga pihak ketiga yang atas
bebannya cek itu ditarik dan yang telah menikmati nilainya, bertanggungjawab
pula terhadap pemegang.
������ Pemegang dapat menggugat
orang-orang ini, baik masing-masing maupun bersama-sama, tanpa wajib
memperhatikan urutan ikatan mereka.
������ Hak yang sama ada pada setiap
orang yang tandatangannya terdapat pada cek dan yang telah membayar untuk
memenuld kewajiban regresnya.
������ Gugatan yang dilakukan terhadap
salah seorang debitur cek, tidak inenghalangi gugatan kepada debitur lainnya,
meskipun mereka mengikatkan diri lebih belakangan daripada yang ditagih
pertama. (KUHPerd. 1280 dst., 1283, 1292 dst.; KUHD 146, 183a, 217, 221a; F.
132; Rv. 2992, 581-1 sub 11.)
Pasal 22la.
Pemegang
cek yang nonpembayarannya ditetapkan dengan protes atau keterangan yang
disamakan dengan itu, sama sekali tidak mempunyai hak atas dana yang ada di
tangan tertarik dari penariknya.
������ Dalam hal kepailitan penarik, uang
itu termasuk hartanya. (KUHD 146a, 190a dst.; F. 19.)
Pasal 222.
������ Pemegang melakukan gugatan
kepada mereka, terhadap siapa ia melaksanakan hak regresnya:
10.��� jumlah uang cek itu
yang tidak dibayar;
20.��� bunga enam persen
termtung dari hari pengajuan;
30.��� biaya protes atau
keterangan yang disamakan dengan itu biaya pemberitahuan yang telah dilakukan
beserta biaya lain. (KUHPerd. 12503; KUHD 147, 217, 218b.)
Pasal 223.
������ Orang yang untuk memenuhi
kewajiban regresnya, telah membayar cek itu, dapat menagih mereka yang
berkewajiban regres terhadapnya:
10.��� seluruh jumlah yang
telah dibayarkan olehnya;
20.��� bunga enam persen
terhitung dari hari pembayarannya;
30.��� biaya yang telah
dikeluarkan olehnya. (KUHPerd. 12503 ; KUHD 148, 217, 222.)
Pasal 224.
������ Setiap debitur cek, terhadap
siapa dilakukan atau dapat dilakukan hak regres, dengan membayar untuk memenuhi
kewajiban regresnya, dapat menuntut penyerahan ceknya dengan protes, atau
keterangan yang disamakan dengan itu, beserta perhitungan yang ditandatangani sebagai
pelunasan.
������ Setiap endosan yang telah
membayar cek untuk memenuhi kewajiban regresnya, dapat mencoret endosemennya
sendiri dan endosemen-endosemen berikutnya. (KUHD 149, 217, 222, 227.)
Pasal 225.
������ Bila pengajuan cek itu atau
pembuatan protes atau keterangan yang disamakan dengan itu dalam jangka waktu
yang ditetapkan terhalang oleh rintangan yang tidak dapat diatasi (peraturan
perundang-undangan dari suatu negara atau hal lain di luar kekuasaannya), maka
jangka waktu itu diperpanjang.
������ Pemegangnya wajib segera
memberitahukan kepada endosannya tentang keadaan yang di luar kekuasaan itu,
dan mencantumkan pemberitahuannya pada cek itu atau lembaran sambungannya
dengan diberi tanggal dan ditandatangani; untuk selebihnya berlaku ketentuan
pasal 219.
������ Setelah berakhirnya keadaan
yang di luar kekuasaannya, pemegangnya harus segera mengajukan cek itu untuk
pembayaran, dan, bila ada alasan untuk itu, menyuruh menetapkan penolakan
pembayaran dengan protes atau keterangan yang disamakan dengan itu.
������ Bila keadaan di luar
kekuasaannya itu berlangsung lebih dari lima betas hari terhitung dari hari
sewaktu pemegang memberitahukan tentang keadaan yang di luar kekuasaannya
kepada endosanya, meskipun sebelum akhir jangka waktu pengajuan, maka hak
regres dapat dilakukan tanpa diperlukan pembuatan protes atau keterangan yang
disamakan dengan itu.
������ Fakta-fakta yang bersifat
pribadi bagi pemegangnya, atau untuk orang yang ditugaskan olehnya untuk
mengajukan cek itu atau tintuk mengadakan protes atau keterangan yang dlqamakan
dengan itu, tidak dianggap sebagai hal-hal yang di luar kekuasaannya. (KUHD
153, 205 dst., 217, 218.)
Bagian 7. Lembaran Cek Dan Cek yang Hilang.
Pasal 226.
������ Kecuali cek atas-tunjuk, setiap
cek yang dikeluarkan dalam suatu negara dan harus dibayar di negara lain atau
di daerah seberang laut dari satu negara yang sama dan sebaliknya, atau
dikeluarkan dan harus dibayar di daerah seberang laut yang sama atau di daerah
seberang laut dari satu negara, dapat ditarik dalam lembaran-lembaran lebih
dari satu yang bunyinya sama.� Bila cek
ditarik dalam beberapa lembar, lembaran itu harus diberi nomor dalam
alas-haknya, yang dianggap bahwa setiap lembar merupakan cek tersendiri, bila
pemberian nomor itu tidak ada. (KUHD 163, 178, 182, 206 dst.)
Pasal 227.
������ Pembayaran yang dilakukan atas
salah satu dari lembaran mengakibatkan pembebasan, meskipun tidak disyaratkan,
bahwa pembayaran itu menghapuskan kekuatan lembaran lain.
Endosan
yang telah menyerahkan lembaran itu kepada beberapa orang, demikian pula
endosan yang kemudian, terikat oleh lembaran yang memuat tanda tangan mereka
dan tidak diserahkan. (KUHD 164, 191, 224.)
Pasal 227a.
������ Orang yang kehilangan cek yang
pemegangnya adalah ia sendiri, hanya dapat meminta pembayaran kepada tertarik
dengan mengadakan jaminan untuk waktu tigapuluh tahun. (KUHPerd. 1830,1967;
KUHD 167a, 196,198, 212; Rv. 611 dst.)
Pasal 227b.
Orang
yang kehilangan cek yang pemegangnya adalah ia sendiri dan yang sudah gugur dan
di mana perlu telah diprotes, hanya dapat melakukan haknya terhadap penarik,
dengan mengadakan jaminan untuk waktu tiga puluh tahun. (KUHPerd. 1830, 1967;
KUHD 167b, 217, 218b; Rv. 611 dst.)
Bagian 8. Perubahan.
Pasal 228.
������ Bila ada perubahan dalam
alas-hak suatu cek, maka mereka yang kemudian membubuhkan tanda tangan pada cek
itu, terikat menurut alas-hak yang diubah; mereka yang sebelum itu membubuhkan
tanda tangan mereka pada cek itu, terikat menurut alas-hak aslinya. (KUHD 168;
KUHP 264.)
Bagian 9. Daluwarsa.
Pasal 228a.
Dengan
tidak mengurangi ketentuan pasal berikut, utang karena cek dihapus oleh
segala� ikhtiar pembebasan utang yang
tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. (KUHPerd. 1381; KUHD 168a.)
Pasal 229.
Semua
tuntutan regres pemegang terhadap para endosan, penarik dan debitur cek lain,
kedaluwarsa dengan lampaunya waktu enam bulan, terhitung dari akhir jangka
waktu pengajuan.
������ Tuntutan regres dari� berbagai debitur yang satu terhadap yang
lain, yang wajib terhitung dari hari pembayaran oleh debitur cek itu untuk
memenuhi kewajiban melakukan pembayaran cek, kedaluwarsa dengan lampaunya waktu
enam bulan, regresnya, atau dari hari Ia digugat di depan pengadilan.
������ Daluwarsa yang dimaksud dalam
alinea pertama dan kedua tidak dapat digunakan oleh penarik, bila atau sejauh
Ia tidak menyediakan dana, dan tidak dapat digunakan oleh penarik atau pam
endosan, yang telah memperkaya diri secara tidak adil, semuanya tanpa
mengurangi ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1967. (KUHD
169, 229k.)
Pasal 229a.
Pencegah
daluwarsa hanya berlaku terhadap orang yang terhadapnya dilakukan tindak
pencegahan daluwarsa itu. (KUHPerd. 1381; KUHD 168a.)
������ Menyimpang dari Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1987 dan pasal 1988 berlakulah daluwarsa yang
dibicarakan dalam pasal yang lalu terhadap mereka yang belum dewasa dan
terhadap mereka yang berada dalam pengampuan, demikian pula antara suami-istri,
dengan tidak mengurangi hak-tagih mereka yang belum dewasa dan yang dalam
pengampuan terhadap wali atau pengampu mereka. (KUHD 170, 229k.)
Bagian 10.� Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 229a.bis.
������ Bankir, yang tersebut dalam
bagian-bagian sebelum bab ini, disamakan dengan semua orang atau lembaga yang
dalam pekerjaan mereka secara tertib memegang uang untuk penggunaan langsung
oleh orang lain. (KUHD 74 dst., 180, 214 dst.)
Pasal 229b.
������ Pengajuan dan protes dari suatu
cek tidak dapat dilakukan selain pada hari kerja.
������ Bila hari terakhir jangka waktu
yang ditetapkan oleh Undang-undang untuk melakukan tindakan mengenai cek yaitu
untuk pengajuan dan untuk membuat protes atau keterangan yang disamakan dengan
itu adalah hari raya,maka jangka waktu ini diperpanjang sampai hari kerja
pertama berikut pada akhir jangka waktu tersebut.� Hari raya yang terdapat diantara itu
dimasukkan dalam perhitungan jangka waktu. (KUHD 171, 205 dst.; Rv. 171.)
Pasal 229b.bis.
Yang
dianggap hari raya resmi dalam arti bagian ini ialah Minggu, Tabun Baru, Paskah
Kristen kedua dan Pantekosta, kedua haii Natal, Kenaikan Isa Almasih, beserta
hari-hari raya lainnya yang setiap tahun kembali ditetapkan oleh Directeur van
Justitie (Menteri Kehakiman).� Penunjukan
tanggal semua hari raya yang dimaksud dalam pasal ini, kecuali hari Minggu,
dilakukan setiap tahun dengan Surat ketetapan yang dimuat dalam Surat kabar
resmi sebelum permulaan tahun. (KUHD 171a, 229j.)
Pasal 229c.
������ Dalam jangka waktu yang diatur
dalam bagian-bagian sebelum bab ini, tidak termasuk hari permulaan jalannya
jangka waktu ini. (KUHD 172, 201, 205 dst., 218, 225, 227a dst., 229.)
Pasal 229d.
Tiada
satu hari penangguhan pun diizinkan, baik menurut undang-undang maupun menurut
keputusan hakim. (KUHD 173.)
Bagian 11.� Kuitansi Dan Promes
Atas-Tunjuk.
Pasal 229e.
������ Kuitansi dan promes atas-tunjuk
harus memuat tanggal yang betul dari terbitan aslinya. (KUHD 229f dst., 229i;
Rv. 581 -1 sub 21.)
Pasal 229f.
������ Penerbit asli kuitansi
atas-tunjuk, yang harus dibayar oleh pihak ketiga, bertanggungjawab terhadap
setiap pemegangnya untuk memenuhinya selama dua puluh hari setelah hari
tanggalnya dan hari itu tidak termasuk. (KUHD 108, 189, 229g.)
Pasal 229g.
������ Akan tetapi tanggungjawab
penerbit asli tetap berlangsung, kecuali bila ia membuktikan bahwa selama waktu
yang ditentukan dalam pasal yang lampau mempunyai dana sebesar jumlah pada
Surat yang diterbitkannya pada orang yang atas dirinya telah diterbitkan Surat
itu.
������ Penerbit asli, dengan ancaman
hukuman tanggungjawabnya akan berlangsung terus, wajib melepaskan dan
menyerahkan kepada pemegang tagam pada dana yang ada darinya pada hari jatuh
tempo di tangan orang yang atas namanya Surat itu telah dikeluarkan, dan hal
itu sebesar jumlah pada Surat yang dikeluarkan; dan ia harus� memberikan kepada pemegang atas biayanya ini,
bukti yang diperlukan untuk menjadikan tagihan itu berlaku sah.� Bila penerbit asli dinyatakan pailit, para
pengawas hartanya mempunyai kewajiban yang sama, kecuali bila mereka menganggap
lebih baik untuk me an pemegang itu sebagai penagih utang untuk jumlah pada
Surat yang dikeluarkan itu. (KUHPerd. 613; KUHD 152a, 229k; F. 1, 13.)
Pasal 229h.
������ Selain penerbit aslinya, setiap
orang yang telah memberikan Surat tersebut di atas sebagai pembayaran, tetap
bertanggungjawab selama waktu enam hari sesudahnya, tidak termasuk hari
penerbilannya, terhadap orang yang telah menerima Surat itu darinya. (KUHD 146,
217, 229j.)
Pasal 229i.
������ Pemegang promes atas-tunjuk
wajib menagih pemenuhannya dalam waktu enam hari setelah hari Surat itu diambil
sebagai pembayaran, di dalamnya tidak termasuk hari itu, dan bila tidak
dilakukan pembayaran, ia harus mengajukan promes itu untuk pencabutan, dal-
jangka waktu yang sama, kepada orang yang telah memberikan promes sebagai
pembayaran kepadanya, semua itu dengan ancaman hukuman akan kehilangan hak
tagihnya terhadap orang itu, akan tetapi dengan tidak mengurangi haknya
terhadap orang yang menandatangani promes itu.
������ Bila pada promes itu dinyatakan
hari harus dibayar, maka jangka waktu enam hari tersebut berjalan mulai satu
hari setelah hari pembayaran yang dinyatakan itu. (KUHD 152, 206, 229j.)
Pasal 229j.
������ Bila hari terakhir suatu jangka
waktu, yang terdapat dalam suatu ketentuan dalam bagian ini, jatuh pada hari
raya resmi dalam arti pasal 229b bis, kewajiban bertanggungjawab itu tetap
berlangsung sampai dengan hari pertama berikut yang bukan hari raya resmi.
(KUHD 171.)
Pasal 229k.
������ Semua tuntutanhak terhadap para
penerbit Surat yang disebut dalam bagian ini, atau terhadap mereka yang di
samping penerbit asli telah mengeluarkan Surat itu sebagai pembayaran,
kedaluwarsa dengan lampaunya waktu enam bulan, terhitung dari hari penerbilan
yang asli.
������ Daluwarsa yang dimaksud dalam
alinea yang lalu tidak dapat digunakan oleh penerbit, bila dan selama ia tidak
menyediakan dananya, tidak dapat pula oleh penerbit atau oleh mereka, yang di
samping penerbit asli telah mengeluarkan Surat itu sebagai pembayaran, bila
mereka telah memperkaya diri dengan cara yang tidak adil; semuanya tidak
mengurangi yang ditentukan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1967.
������ Terhadap daluwarsa yang disebut
dalam pasal ini berlaku pasal 229a alinea�
kedua. (KUHD 169, 1704, 229.)
BAB VIII. REKLAME ATAU TUNTUTAN KEMBALI DALAM HAL KEPAILITAN.
Pasal 230.
������ Jika barang bergerak telah
dijual dan diserahkan, dan harga pembeliannya belum dilunasi sepenuhnya, dalam
hal kepailitan pembeli, penjual berhak untuk menuntut kembali barang itu
menurut ketentuan-ketentuan berikut. (KUHPerd. 574,612, 1139-31, 1144 dst.,
1266 dst., 1459, 1478,1517 dst.; KUHD 98, 231, 233 dst., 236; F. 24, 36; Rv.
714 dst.)
Pasal 231.
������ (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Untuk
melakukan hak penuntutan kembali disyaratkan, bahwa barang itu masih berada
dalam keadaan yang sama seperti waktu diserahkan.
������ Bukti untuk itu diizinkan,
meskipun barang itu sudah dikeluarkan dari bungkusannya, dibungkus kembali atau
dikurangi. (KUHD 98, 230, 234.)
Pasal 232.
������ Barang bergerak, yang telah
dijual baik dengan penentuan waktu maupun tanpa penentuan waktu dapat dituntut
kembali, bila barang itu masih dalam perjalanan, baik di darat maupun di air,
atau bila barang itu masih berada pada orang yang jatuh pailit, atau pada pihak
ketiga yang menguasai atau menyimpan barang itu untuknya.
������ Dalam kedua hal, tuntutan
kembali hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu enam puluh hari terhitung dari
hari barang itu di simpan di bawah kekuasaan orang yang paint atau pihak
ketiga. (KUHPerd. 1145, 1517; KUHD 76 dst., 86 dst., 230, 238.)
Pasal 233.
������ Bila pembeli telah melunasi
sebagian uang pembeliannya, maka pada penuntutan kembali seluruhnya, penjual
wajib memberikan kembali uang yang telah diterimanya kepada harta pailit ftu.
(KUHPerd. 1266 dst.; KUHD 234, 236.)
Pasal 234.
������ Bila barang yang dijual hanya
sebagian didapatkan pada harta pailit, pemberian kembali dilakukan menurut
imbangan dan dalam perbandingan dengan harga pembelian dalam keseluruhannya.
(KUHD 231.)
Pasal 235.
������ Penjual yang menerima kembali
barangnya wajib memberikan ganti rugi kepada harta orang yang jatuh pailit
untuk semua yang telah dibayar atau yang masih terutang karena bea, upah
pengangkutan, komisi, asuransi, avarij umum (kerugian laut umum), dan
selanjutnya segala� biaya yang digunakan
untuk keselamatan barang dagangan. (KUHPerd. 1139-41; KUHD 76 dst., 86 dst., 91
dst., 240, 246 dst., 699.)
Pasal 236.
������ Bila pembeli telah
mengakseptasi dengan Surat wesel atau Surat dagang lain jumlah penuh dari harga
barang yang dijual dan diserahkan, maka tidak terjadi penuntutan kembali.
������ Bila akseptasi itu dilakukan
untuk sebagian dari uang pembelian yang terutang, dapat dilakukan penuntutan
kembali, asalkan untuk kepentingan harta orang yang pailit diadakan jaminan
untuk hal sebagai akibat dari akseptasi itu, yang darinya dapat dituntut.
(KUHPerd. 1413-11, 1415; KUHD 120 dst., 125,174 dst., 178, 188 dst., 229e dst.,
230, 233, 238, 244.)
Pasal 237.
������ Bila barang yang dituntut
kembali diambil dengan itikad baik sebagaijaminan utang oleh pihak ketiga,
penjual tetap mempunyai hak menuntut kembali, akan tetapi sebaliknya mempunyai
kewajiban kepada pemberi utang untuk memenuhi jumlah yang dipinamkan, dengan
bunga dan biaya yang terutang. (KUHPerd. 582, 1150 dst.; KUHD 232, 241, 247.)
Pasal 238.
������ Tuntutan kembali barang
dihapus, bila barang itu selama perjalanan dibell dengan itikad baik oleh fihak
ketiga atas faktur dan atas konosemen atau surat muatan.
������ Namun penjual asunya dalam hal
itu berhak untuk menagih pada pembeli harga pembehannya, selama belum dilunasi
sebesarjumlah tagihannya, dan Ia mempunyai hak mendahului terhadap uang itu,
dengan tidak diperbolehkan untuk mencampurkan uang itu dengan harta orang yang
pailit.
������ Ketentuan alinea yang lalu
berlaku juga dalam hal barang itu, setelah berada dalam penguasaan orang yang
pailit atau seseorang yang bertindak untuknya, akibat pembelian dan penyerahan
dengan itikad baik, telah menjadi milik pihak ketiga. (KUHPerd. 1381, 1402;
KUHD 90, 232, 507 dst.; F. 41 dst.)
Pasal 239.
������ Para pengurus harta pailit
mempunyai wewenang untuk mempertahankan harta itu, barang-barang yang dituntut
kembali, asalkan memenuhi harga pembelian kepada penjual yang olehnya telah
dipersyaratkan pada orang yang pailit. (F. 60.)
Pasal 240.
������ Selama barang bergerak yang
diberikan dalam komisi masih berada pada komisioner atau pada pihak ketiga yang
menguasainya atau menyimpan untuk orang yang pailit, barang-barang itu dapat
dituntut kembali oleh pemberi komisi, dengan kewajiban yang dinyatakan dalam
pasal 235.
������ Hak menuntut kembali yang sama
terjadi terhadap harga pembelian barang-barang yang diberikan dalam komisi dan
yang telah dbual dan diserahkan oleh komisioner, asalkan harga pembeliannya
tidak dilunasi sebelum kepailitannya, walaupun komisioner telah memperhitungkan
keuntungan sebagai jaminan untuk pembelinya, atau yang dinamakan del credere.
(KUHD 76 dst., 246 dst.)
Pasal 241.
������ Jika barang-barang yang
diberikan dalam komisi diambil sebagai jaminan utang oleh pihak ketiga dengan
itikad baik, berlakulah peraturan-peraturan dari pasal 237.
Pasal 242.
������ Bila dalam harta paint terdapat
surat-surat wesel, surat-surat dagang dan surat lain yang belum sampai jatuh
tempo pembayarannya, atau yang sudah sampai jatuh temponya dan belum dibayar,
yang diserahkan ke tangan orang yang pailit hanya dengan amanat untuk
menagihkannya dan memegang jumlah uangnya untuk penggunaan pengirim, atau untuk
melakukan pembayaran tertentu yang ditunjuk atau bila hal itu dimaksudkan untuk
menjamin surat-surat wesel yang ditarik atas orang yang pailit dan diakseptasi
olehnya, atau surat-surat yang harus dibayar di tempat tinggatnya, maka
surat-surat wesel, suratsurat dagang dan surat-surat lain itu dapat dituntut
kembali, selama hal ini masih berada pada orang yang pailit, atau pada pihak
ketiga yang menguasai atau menyimpan untuknya, namun semua tidak mengurangi hak
atas harta itu untuk minta jaminan yang untuknya mungkin dapat dituntut darinya
karena akseptasi-akseptasi orang yang pailit. (KUHD 100 dst., 102a, 109c, 117,
127a, 146a, 174 dst., 178 dst., 229e dst., 231 dst., 236.)
Pasal 243.
������ Juga selain soal maksud atau
akseptasi yang disebut dalam pasal yang lalu, surat-surat wesel, atau
surat-surat dagang atau surat-surat lainnya yang dialihkan kepada orang yang
pailit dapat dituntut kembali, meskipun ada sesuatu yang diinasukkan dalam
rekening koran, asalkan pengirimnya pada waktu pengiriman, atau kemudian, tidak
pemah berutang sama sekali untuk sesuatu jumlah pada orang yang pailit dan
tidak termasuk dalam hal itu biaya yang timbul karena pengiriman itu. (KUHD 100
dst., 174 dst., 178 dst., 229e dst.)
244,
245.� Dihapus dg. S. 1938-276.
BAB IX. ASURANSI ATAU PERTANGGUNGAN PADA UMUMNYA.
Pasal 246.
������ Asuransi atau pertanggungan
adalah perjanjian, di mana penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan
memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu
kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang
mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti. (KUHPerd.
1774; KUHD 60, 249, 252, 269, 286, 593.)
Pasal 247.
������ Pertanggungan itu antara lain
dapat mengenai:
������ bahaya kebakaran; (KUHD 287
dst.)
������ bahaya yang mengancam hasil
pertanian yang belum dipanen; (KUHD 299 dst.)
������ jiwa satu orang atau lebih;
(KUHD 302 dst.)
������ bahaya laut dan bahaya perbudakan;
(KUHD 592 dst.)
������ bahaya pengangkutan di darat,
di sungai, dan perairan pedalaman. (KUHD 686 dst.)
������ Mengenai dua hal terakhir
dibicarakan dalam buku berikutnya. (AB. 23; KUHPerd. 1337; KUHD 268, 599.)
������
Pasal 248.
������ Terhadap semua pertanggungan,
baik yang dibicarakan dalam buku ini maupun dalam Kitab Undang-undang Hukum
Dagang Buku Kedua ini, berlakulah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam
pasal-pasal berikut. (KUHD 256, 259,275, 283.)
Pasal 249.
������ Penanggung sama sekali tidak
wajib menanggung untuk kerusakan atau kerugian yang langsung timbul karena
cacat, kebusukan sendiri, atau karena sifat dan kodrat dari yang
dipertanggungkan sendiri, kecuali jika dipertanggungkan untuk itu dengan tegas.
(KUHD 276, 294, 637.)
Pasal 250.
������ Bila seseorang yang mempertanggungkan
untuk dirinya sendiri, atau seseorang yang atas bebannya dipertanggungkan oleh
pihak ketiga, pada waktu pertanggungan tidak mempunyai kepentingan dalam denda
yang dipertanggungkan, maka penanggung tidak wajib mengganti kerugian.
(KUHPerd. 1234, 1246; KUHD 257, 264 dst., 266, 268, 268, 281 dst.)
Pasal 251.
������ Semua pemberitahuan yang keum
atau tidak benar, atau semua penyembunyian keadaan yang diketahui oleh
tertanggung, meskipun dilakukannya dengan itikad baik, yang sifatnya
sedemikian, sehingga perjanjian itu tidak akan diadakan, atau tidak diadak-
dengan syarat-syarat yang sama, bila penanggung mengetahui keadaan yang
sesungguhnya dari semua hal itu, membuat pertanggungan itu batal. (KUHPerd.
1320 dst., 1328; KUHD 269 dst., 280 dst., 306, 593, 597 dst., 603 dst.; KUHP
381.)
Pasal 252.
������ Kecuali dalam hal yang
diuraikan oleh ketentuan undang-undang, tidak boleh diadakan pertanggungan
kedua untuk waktu yang sama, dan untuk bahaya sang sama atas barang-barang yang
telah dipertanggungkan untuk nilaiaya secara penuh, dengan ancaman kebatalan
terhadap pertanggungan yang kedua. (KUHD 253 dst., 256-10, 266, 271 dst., 277
dst., 280, 609 dst.)
Pasal 253.
������ Pertanggungan yang melampaui
jumlah harganya atau kepentingan yang sesungguhnya, hanyalah berlaku sampai
jumlah nilainyanya
������ Bila nilai barang itu tidak
dipertanggungkan sepenuhnya, maka penanggung, dalam hal kerugian, hanya terikat
menurut perimbangan antara bagian yang dipertanggungkan dan bagi- yang tidak
dipertanggungkan.�����
������ Akan tetapi bagi pihak yang
berjanji bebas untuk mempersyaratkan dengan tegas, bahwa tanpa mengingat
kelebihan nilai barang yang dipertanggungkan, kerugian yang diderita oleh
barang itu akan diganti sampai jumlah penuh yang dipertanggungkan. (KUHD 268,
289, 677.)
Pasal 254.
������ pelepasan yang dilakukan pada
waktu mengadakan pertanggungan atau selama berjalannya hal itu, atas hal yang
menurut ketentuan undang-undang dipersyaratkan untuk hakekat perjanjian itu,
atau hal yang dengan tegas dilarang, adalah batal. (AB. 23; KUHPerd. 1335 dst.;
KUHD 249, 253, 256, 263, 287, 296, 299, 304, 306, 624 dst., 634, 637, 640 dst.,
657, 659 dst., 688 dst., 695.)
Pasal 255.
Pertanggungan
harus dilakukan secara tertulis dengan akta, yang diberi nama polis. (KUHD
256.)
Pasal 256.
������ Semua polis, terkecuali
polis� pertanggungan jiwa, harus
menyatakan:
10.��� hari pengadaan
pertanggungan itu;
20.��� nama orang yang
mengadakan pertanggungan itu atas beban sendiri atau atas beban orang lain;
30.��� uraian yang cukup
jelas tentang barang yang dipertanggungkan;
40.��� jumlah uang yang
untuk itu dipertanggungkan;
50.��� bahaya yang diambil
oleh penanggung atas bebannya;
60.��� waktu mulai dan
berakhirnya bahaya yang mungkin terjadi atas beban penanggung;
70.��� Premi pertanggungan;
dan
80.��� pada umumnya, semua
keadan yang pengetahuannya tentang itu mungkin mutlak Penting bagi penanggung,
dan semua syarat yang diperjanjikan antara para pihak.
Polis
itu harus ditandatangani oleh setiap Penanggung (KUHD 247, a5l dst., 254, 258,
264 dst., 287, 296, 299, 302, 304, 592, 596, 624 dst., 686, 710.)
Pasal 257.
������ Perjanjian pertanggungan ada
seketika setelah hal itu diadakan; hak mulai saat itu, malahan sebelum Polis
ditandatangani. dan kewajiban kedua belah pihak dari penanggung dan dari
tertanggung berjalan
������ Pengadaan perjanjian itu
membawa kewajiban penanggung untuk menandatangani Polis� itu dalam waktu� yang ditentukan dan menyerahkannya
kepada� tertanggung. (KUHD 255, 259 dst.,
681-10.)
Pasal 258.
������ Untuk membuktikan adanya
perjanjian itu, harus ada bukti tertulis; akan tetapi semua alat bukti lain
akan diizinkan juga, bila ada permulaan bukti tertulis.
������ Namun demikian janji dan syarat
khusus, bila timbul perselisihan tentang hal itu dalam waktu antara pengadaan
perjanjian dan penyerahan polisnya, dapat dibuktikan dengan semua alat bukti; akan
tetapi dengan pengertian bahwa harus ternyata secara tertulis syarat yang
pernyataannya secara tegas diharus dalam polis, dengan ancaman hukuman menjadi
batal, dalam berbagai pertanggungan oleh ketentuan undang-undang. (KUHPerd.
1902; KUHD 68, 255, 262, 302, 603, 606, 615, 618, 681-10.)
Pasal 259.
������ Bila Pertanggungan langsung
diadakan antara tertanggung, atau orang yang diamanatkan atau diberi wewenang
untuk itu, dan penanggung, polis itu dalam 24 jam setelah pengajuan oleh
penanggung harus ditandatangani dan diserahkan, kecuali bila ditentukan jangka
waktu yang lebih panjang oleh ketentuan undang-undang, dalam sesuatu hal
khusus. (KUHD 260, 681-10.)
Pasal 260.
Bila
pertanggungan diadakan dengan perantaraan seorang makelar asuransi, polisnya
yang ditandatangan harus diserahkan dalam delapan hari setelah mengadakan
perjanjian. (KUHD 64, 684.)
Pasal 261.
������ Bila ada kelalaian dalam hal
yang ditentukan dalam kedua pasal yang lalu, penanggung atau makelar untuk
kepentingan tertanggung, wajib mengganti kerugian yang mungkin dapat timbul
karena kelalaian itu. (KUHD 681.)
Pasal 262.
������ Orang yang
setelah menerima perintah orang lain untuk mempertanggungkan, menahan atas
bebannya sendiri, dianggap menjadi penanggung dengan syarat yang diajukan
semula, dan bila tidak diajukan syarat itu, maka dengan syarat sedemikian dapat
dipakai untuk mengadakan pertanggungan itu, di tempat is seharusnya
melaksanakan perintah itu atau bila ini tidak ditunjukkan, pada tempat
tinggainya. (KUHD 60, 264.)
Pasal 263.
������ Pada penjualan
dan segala peralihan hak milik atas barang yang dipertanggungkan,
pertanggungannya berlangsung untuk keuntungan pembeli atau pemilik baru, bahkan
tanpa penyerahan, sepanjang mengenai kerugian yang timbul setelah barang itu
menjadi keuntungan atau kerugian pembeli atau mereka yang haru memperolehnya;
semua hal demikian berlaku, kecuali bila dipersyaratkan sebaliknya antara
penanggung dan tertanggung yang asli.
������ Bila pada
waktu penjualan atau peralihan hak milik, pembeli atau pemilik baru menolak
untuk mengambil alih pertanggungannya, dan tertanggung asli masih tetap
mempunyai kepentingan dalam barang yang dipertanggungkan, maka pertanggungan
itu akan tetap berjalan untuk kepentingannya. (KUHPerd. 584, 1459 dst.; KUHD
281, 321.)
Pasal 264.
������ Pertanggungan
dapat diadakan tidak hanya atas beban sendiri, akan tetapi juga atas beban
pihak ketiga, baik berdasarkan amanat umum atau khusus, maupun di luar
pengetahuan yang berkepentingan sekalipun, dan untuk hal itu harus diindahkan
ketentuan-ketentuan berikut. (KUHPerd. 1354 dst., 1792 dst.; KUHD 262, 333,
378, 598.)
Pasal 265.
������ Pada
pertanggungan untuk pihak ketiga, harus dengan tegas dinyatakan dalam polisnya,
adakah hal itu terjadi berdasarkan pemberian amanat, ataukah di luar
pengetahuan yang berkepentingan. (KUHD 256, 264.)
Pasal 266.
������ Pertanggungan
tanpa pemberian amanat dan di luar pengetahuan yang berkepentingan, adalah
batal, bila dan sejauh barang yang sama itu telah dipertanggungkan oleh yang
berkepentingan, atau oleh pihak ketiga atas amanatnya, sebelum saat ia
mengetahui tentang pertanggungan yang diadakan di luar pengetahuannya.
(KUHPerd. 1357; KUHD 252, 254, 264, 277 dst., 281, 333, 378, 598, 652.)
Pasal 267.
������ Bila dalam
polisnya tidak dinyatakan, bahwa pertanggungan itu diadakan atas beban pihak
ketiga, tertanggung dianggap telah mengadakannya untuk dirinya sendiri. (KUHD
265, 281 dst.)
Pasal 268.
������ Pertanggungan
dapat menjadikan sebagai pokok yakni semua kepentingan yang dapat dinilai
dengan uang, dapat terancam bahaya dan tidak dikecualikan oleh undang-undang.
(KUHD 247, 250, 599.)
Pasal 269.
������ Semua
pertanggungan yang diadakan atas suatu kepentingan apa pun, yang kerugiannya
terhadap itu dipertanggungkan, telah ada pada saat mengadakan perjanjiannya,
adalah batal, bila tertanggung atau orang yang dengan atau tanpa amanat telah
menyuruh mempertanggungkan, telah mengetahui tentang adanya kerugian itu.
(KUHPerd. 1328; KUHD 246, 251, 281 dst., 306, 597 dst., 604, 606; KUHP 381.)
Pasal 270.
������ Persangkaan
ada, bahwa orang telah mengetahui tentang kerugian itu, bila hakim dengan
mengindahkan keadaannya, berpendapat bahwa sejak adanya kerugian itu telah
lampau begitu banyak waktu, sehingga tertanggung telah dapat mengetahuinya.
������ Dalam hal
keragu-raguan, hakim bebas untuk memerintahkan tertanggung dan pemegang amanatnya
bersumpah, bahwa mereka pada waktu mengadakan perjanjiannya tidak mengetahui
tentang adanya kerugian itu.
������ Bila sumpah
itu dibebankan oleh satu pihak kepada pihak lawannya, maka sumpah itu dalam
segala hal oleh hakim harus diperintahkan. (KUHPerd. 1916-30; 1929 dst., 1940
dst.; KUHD 282, 597 dst.)
Pasal 271.
������ Penanggung
selalu dapat mempertanggungkan lagi hal yang telah ditanggung olehnya. (KUHD
252, 279.)
Pasal 272.
������ Bila
tertanggung membebaskan penanggung dari kewajibannya untuk waktu yang akan
datang melalui pengadilan ia dapat mempertanggungkan lagi kepentingannya untuk
bahaya itu juga.
������ Dalam hal itu,
dengan ancaman hukuman menjadi batal, harus disebutkan dalam polis yang baru,
baik pertanggungan yang lama maupun pemutusan melalui pengadilan. (KUHD 279
dst., 281 dst.)
Pasal 273.
������ Bila nilai
barang yang dipertanggungkan tidak dinyatakan dalam polisnya oleh para pihak,
hal itu dapat dibuktikan dengan semua alat bukti. (KUHPerd. 1866; KUHD 256,
295, 621 dst.)
Pasal 274.
������ Meskipun nilai
itu dinyatakan dalam polisnya, hakim mempunyai wewenang untuk memerintahkan
kepada tertanggung untuk menguraikan dasar layaknya nilai yang dinyatakan, bila
diajukan alasan yang menimbulkan persangkaan yang mempunyai dasar karena
pemberitahuan nilai yang terlalu tinggi.
������ Penanggung
dalam segala hal mempunyai kekuasaan untuk membuktikan terlalu tingginya nilai
yang dinyatakan itu di depan hakim. (KUHPerd. 1922; KUHD 253, 275, 295, 619.)
Pasal 275.
������ Akan tetapi
bila barang yang dipertanggungkan sebelumnya telah dinilai oleh ahli yang
diperuntukkan bagi itu oleh para pihak, dan bila dituntut, disumpah oleh hakim,
maka penanggung tidak dapat membantahnya, kecuali dalam hal adanya penipuan;
semuanya ini tidak mengurangi pengecualian yang dibuat dalam ketentuan undang-undang.
(KUHPerd. 1328, 1449; KUHD 282, 295, 619.)
Pasal 276.
Tiada kerugian atau kerusakan yang disebabkan oleh kesalahan
dari tertanggung sendiri, dibebankan pada penanggung.� Bahkan ia boleh tetap memegang atau menagih
preminya, bila ia sudah mulai memikul bahaya. (KUHD 249, 282, 290, 294, 307,
637, 693.)
Pasal 277.
������ Bila berbagai
pertanggungan diadakan dengan itikad balk terhadap satu barang saja, dan dengan
yang pertama ditanggung nilai yang penuh, hanya inilah yang berlaku dan
penanggung berikut dibebaskan.
������ Bila pada
penanggung pertama tidak ditanggung nilai penuh, maka penanggung berikutnya bertanggung jawab untuk nilai selebihnya menurut urutan waktu
mengadakan pertanggungan itu. (KUHD 252.)
Pasal 278.
������ Bila pada satu polis� saja, meskipun pada hari yang berlainan oleh
berbagai penanggung dipertanggungkan lebih dari nilainya, mereka bersama-sama,
menurut perimbangan jumlah yang mereka tandatangani, hanya memikul nilai
sebenarnya yang dipertanggungkan.
������ Ketentuan itu juga berlaku,
bila pada hari yang sama, terhadap satu benda yang sama diadakan berbagai
pertanggungan. (KUHD 277, 280.)
Pasal 279.
������ Tertanggung dalam hal-hal yang
disebut dalam dua pasal yang lalu, tidak boleh membatalkan pertanggungan yang
lama agar dengan demikian penanggung yang kemudian terikat.
������ Bila tertanggung membebaskan
penanggung-penanggung pertama, ia dianggap menetapkan diri mengganti tempat
mereka sebagai penanggung untuk jumlah yang sama dan urutan yang sama.
������ Bila ia mengadakan
pertanggungan ulang untuk dirinya, maka para penanggung ulang mengganti
tempatnya dalam urutan itu juga. (KUHD 271 dst.)
Pasal 280.
������ Tak dianggap sebagai perjanjian
yang tidak diperkenankan, bila setelah pertanggungan suatu barang untuk nilai
penuhnya, yang berkepentingan selanjutnya mempertanggungkannya, untuk
seluruhnya atau sebagian, dengan ketentuan tegas, bahwa ia hanya akan dapat
melakukan haknya terhadap para penanggung, bila dan selama ia tidak akan dapat
menagih ganti rugi pada penanggung yang dahulu.
������ Dalam hal perjanjian yang
demikian, perjanjian yang diadakan sebelum itu, dengan ancaman hukuman akan
menjadi batal, harus diuraikan dengan jelas dan begitu pula akan berlaku
ketentuan pasal 277 dan pasal 278 terhadap itu. (KUHD 252.)
Pasal 281.
������ Dalam segala� hal di mana perjanjian pertanggungan untuk
seluruhnya atau sebagian gugur, atau menjadi batal, dan asalkan telah bertindak
dengan itikad baik, penanggung harus mengembalikan preminya, baik untuk
seluruhnya atau sebagian yang sedemikian untuk mana Ia belum menghadapi bahaya.
(KUHD 250 dst., 266 dst., 269, 272, 276, 603, 615, 618, 635 dst., 652 dst.,
662.)
Pasal 282.
������ Bila batalnya perjanjian
terjadi berdasarkan akal busuk, penipuan atau kejahatan tertanggung, penanggung
mendapat preminya, dengan tidak mengurangi tuntutan pidana, bila ada alasan
untuk itu. (KUHPerd. 1328, 1453; KUHD 270, 653; KUHP 381.)
Pasal 283.
������ Dengan tidak mengurangi
ketentuan khusus yang dibuat tentang berbagai macam pertanggungan, tertanggung
wajib dengan giat mengusahakan, agar kerugian terhindar atau berkurang, setelah
kejadian tersebut ia harus segera memberitahukan kepada penanggung; semua
dengan ancaman penggantian kerugian, biaya dan bunga, bila ada alasan untuk
itu.
������ Biaya yang dikeluarkan oleh
tertanggung untuk menghindari atau mengurangi kerugian menjadi beban
penanggung, meskipun hal itu bila ditambahkan pada kerugian yang diderita,
melampaui jumlah uang yang dipertanggungkan, atau daya upaya yang dilakukan itu
telah sia-sia belaka. (KUHPerd. 1357; KUHD 249, 294, 654, 718.)
Pasal 284.
������ Penanggung yang telah membayar
kerugian barang yang dipertanggungkan, memperoleh semua hak yang sekiranya
dimiliki oleh tertanggung terhadap pihak ketiga berkenaan dengan kerugian itu;
dan tertanggung bertanggurgjawab untuk setiap perbuatan yang mungkin merugikan
hak penanggung terhadap pihak ketiga itu. (KUHPerd. 1354, 1365 dst., 1402; KUHD
290, 637, 656, 693.)
285.Dihapus
dg. s. igo6-348.
Pasal 286.
������ Perseroan-perseroan
pertanggungan atau penjaminan timbal-balik harus menaati ketentuan dalam
perjanjiannya dan peraturan yang berlaku, dan bila tidak lengkap, harus menurut
asas-asas hukum pada umumnya.�
Larangan-larangan yang termuat dalam pasal 289 alinea terakhir, secara
khusus juga berlaku terhadap perseroan-perseroan ini. (KUHD 15, 53, 308; S.
1870-64 pasal 10.)
BAB X. ASURANSI ATAU PERTANGGUNGAN TERRADAP BAHAYA-BAHAYA KEBAKARAN,
TERHADAP BAHAYA-BAHAYA YANG MENGANCAM HASIL PERTANIAN YANG
BELUM DIPANENI, DAN TENTANG PERTANGGUNGAN JIWA.
Bagian 1. Pertanggungan Terhadap Bahaya Kebakaran.
Pasal 287.
������ Selain menyatakan persyaratan
dalam pasal 256, polis kebakaran harus menerangkan:
10.��� letak dan batas
barang tetap yang dipertanggungkan;
20.��� penggunaannya;
30.��� sifat dan penggunaan
bangunan-bangunan yang berbatasan, selama hal itu dapat mempunyai pengaruh
terhadap pertanggungannya;
40.��� nilai barang yang
dipertanggungkan;
50.��� letak dan batas
bangunan dan tempat, di mana barang bergerak yang dipertanggungkan berada,
disimpan atau ditumpuk. (KUHPerd. 1186-41; KUHD 247 dst., 254, 256-30, 258,
263, 272, 293, 300, 302, 624 dst, 688; Rv. 101.)
Pasal 288.
������ Pada pertanggungan milik yang
dibangun dipersyaratkan, akan diganti kerugian yang diderita pada persil itu,
atau persil itu akan dibangun kembali atau diperbaiki paling tinggi sampai
jumiah yang dipertanggungkan.
������ Dalam hal yang pertama,
kerugiannya dihitung dengan memperbandingkan nilai persil sebelum bencana,
dengan nilai sisanya segera setelah kebakaran, dan kerugiannya diganti dengan
uang tunai.
������ Dalam hal kedua, penanggung
wajib membangun kembali atau memperbaikinya.�
Penanggung mempunyai hak untuk mengawasi, bahwa uang yang harus dibayar
olehnya, dalam waktu yang ditentukan, kalau perlu oleh haldm, sungguh digunakan
untuk tujuan itu; hakim bahkan dapat memerintahkan kepada tertanggung atas
tuntutan penanggung, bila ada alasannya, untuk menjamin hal itu secukupnya.
(KUHPerd. 1241; KUHD 283.)
Pasal 289.
������ Pertanggungan dapat dilakukan
untuk nilai penuh barang yang dipertanggungkan.
������ Dalam hal persyaratan
pembangunan kembali, dipersyaratkan oleh tertanggung, bahwa biaya yang
diperlukan untuk pembangunan kembali itu, akan diganti oleh penanggung.
������ Akan tetapi pada persyaratan
itu pertanggungan sekali-kali tidak boleh melampaui tiga perempat biaya itu.
(KUHD 53, 253, 286, 288.)
Pasal 290.
������ yang dibebankan pada penanggung
adalah semua kerugian dan kerusakan yang menimpa barang yang dipertanggungkan
karena kebakaran yang disebabkan oleh cuaca yang sangat buruk atau peristiwa
lain, apinya sendiri, kelalaian, kesalahan atau kejahatan pelayan sendiri,
tetangga, musuh, perampok, dan lain-lainnya dengan nama apa pun, dengan cara
apa pun terjadinya kebakaran itu, direncanakan atau tidak direncanakan, biasa
atau tidak biasa, tanpa ada yang dikecualikan. (KUHPerd - 1367, 1565; KUHD 276,
282, 284, 291 dst., 294, 637.)����
Pasal 291.
������ Kerugian yang disebabkan oleh
kebakaran disamakan dengan kerugian sebagai akibat kebakaran, juga bila hal itu
terjadi dari kebakaran dalam bangunan-bangunan yang berdekatan, misalnya
barang-barang yang dipertanggungkan berkurang atau membusuk, karena air atau
alat lain yang digunakan untuk menahan atau memadamkan kebakaran itu, atau
hilangnya sesuatu dari barang itu karena pencurian, atau sebab lain, selama
pemadaman kebakaran atau penyelamatannya; juga kerusakan yang disebabkan oleh
penghancuran seluruhnya atau sebagian barang yang dipertanggungkan, yang
terjadi atas perintah pihak atasan untuk menahan menjalamya kebakaran yang
terjadi. (ISR. 133; Onteig 84.)
Pasal 292.
������ Demikian pula kerugian yang
disebabkannya oleh ledakan mesiu, ketel uap, sambaran petir, atau sebab lainnya,
meskipun meledaknya, pecahnya atau sambaran itu tidak mengakibatkan kebakaran,
disamakan dengan kerugianyang disebabkan oleh kebakaran.
Pasal 293.
������ Bila sebuah bangunan yang
dipertanggungkan diperuntukkan bagi penggunaan lain, dan karena itu besar kemungkinan
bahaya kebakaran lebih banyak, sehingga bila hal itu telah ada sebelum
dipertanggungkan, penanggung tidak akan mempertanggungkan sama sekali atau
tidak atas dasar syarat yang sama seperti itu, maka berhentilah kewajibannya.
(KUHD 287-20, 638, 652 dst.)
Pasal 294.
������ Penanggung terbebas dari
kewajibannya untuk memenuhi penggantian kerugian, bila ia membuktikan, bahwa
kebakaran itu disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian besar tertanggung
sendiri. (KUHPerd. 1366; KUHD 2, 249, 276, 283, 290.)
Pasal 295.
������ Pada pertanggungan atas
barang-barang bergerak dan barang-barang dagangan dalam rumah, gudang atau
tempat penyimpanan lain, bila tidak ada atau tidak lengkap alat-alat bukti yang
dinyatakan dalam pasal-pasal 273, 274 dan 275, hakim dapat memerintahkan
tertanggung untuk bersumpah.
������ Kerugiannya dihitung menurut
nilai barang-barang yang ada pada waktu ada kebakaran. (KUHPerd. 1940 dst.)
Pasal 296.
������ Bila tidak diadakan persyaratan
khusus dalam polis tentang barang-barang bergerak, harta dalam rumah, perkakas
rumah dan perhiasan rumah, maka pernyataan-pernyataan itu diberi arti
sedemikian seperti yang diuraikan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku
Kedua Bab I, Bagian 4. (KUHPerd. 512 dst.; KUHD 356-51.)
Pasal 297.
������ Bila pada suatu hipotek antara
debitur dan penagihnya dipersyaratkan, bahwa dalam hal ada kerugian menimpa
persil yang dihipotekkan yang dipertanggungkan atau yang akan dipertanggungkan,
uang asuransinya sampai jumlah utang dan bunga yang terutang, akan menggantikan
hipotek itu, maka penanggung yang diberitahukan persyaratan itu wajib
memperhitungkan ganti rugi yang terutang dengan penagih utang hipotek.
(KUHPerd. 613, 1162 dst.; KUHD 268, 288; S. 1908-542 pasal 14.)
Pasal 298.
������ Persyaratan dalam pasal di atas
tidak mempunyai akibat, kecuali bila dan sepanjang penagih utang hipotek akan
mendapat keuntungan, seandainya kerugian itu tidak terjadi. (KUHPerd. 1209
dst.)
Bagian 2. Pertanggungan Terhadap Bahaya yang Mengancam Hasil
Pertanian yang Belum Dipaneni.
Pasal 299.
������ Selain syarat-syarat yang
tercantum dalam pasal 256, pohs itu harus menyatakan:
10.��� letak dan
batas-batas tanah yang hasilnya dipertanggungkan;
20.��� penggunaannya.
(KUHPerd. 1186-41; KUHD 247, 251, 254, 258, 263, 272, 287-10 dan 21;
Rv. 101.)
Pasal 300.
Pertanggungannya
dapat diadakan untuk satu tahun atau lebih.
Bila
tidak ada penentuan waktu, dianggap bahwa pertanggungan itu diadakan untuk satu
tahun. (KUHPerd. 1597.)
Pasal 301.
Pada
penyusunan penghitungan kerugian, dihitung berapa nilai hasil pada waktu
dipanen atau dinikmati tanpa terjadinya bencana, dan nilainya setelah bencana
itu.� Penanggung membayar selisihnya
sebagai ganti rugi. (KUHD 273 dst., 288.)
Bagian 3. Pertanggungan Jiwa.
Pasal 302.
������ (s.d.u. dg. S. 1876-141.) Jiwa
seseorang dapat dipertanggungkan untuk keperluan orang yang berkepentingan,
baik untuk selama hidup ataupun untuk suatu waktu yang ditentukan dengan
perjanjian. (KUHD 247 dst., 304-40.)
Pasal 303.
Yang
berkepentingan dapat mengadakan pertanggungan, bahkan di luar pengetahuan atau
izin dari orang yang jiwanya dipertanggungkan.
Pasal 304.
������ Polis itu memuat:
10.��� hari pengadaan
pertanggungan itu;
20.��� nama tertanggung;
30.��� nama orang yang
jiwanya dipertanggungkan;
40.��� waktu bahaya bagi
penanggung mulai berjalan dan berakhir;
50.��� jumlah uang yang dipertanggungkan;
60.��� premi
pertanggunganriya. (KUHD 254, 256, 258, 302, 306.)
Pasal 305.
������ Perencanaan jumlah uangnya dan
penentuan syarat pertanggungannya, sama sekali diserahkan kepada persetujuan
kedua belah pihak. (KUHPerd. 1780.)
Pasal 306.
������ Bila orang yang jiwanya
dipertanggungkan pada waktu pengadaan pertanggungan telah meninggal dunia ,
gugurlah perjanjian itu, meskipun tertanggung tidak dapat mengetahui tentang
meninggalnya itu; kecuali bila dipersyaratkan lain. (KUHPerd. 1779; KUHD 251
dst., 269, 281.)
Pasal 307.
������ Bila orang yang
mempertanggungkanjiwanya bunuh diri atau dihukum mati, gugurlah
pertanggungannya. (KUHD 276.)
Pasal 308.
������ Dalam bagian ini tidak termasuk
dana janda, perkumpulan-perkumpulan tunjangan hidup (tontine), perseroan
pertanggungan jiwa timbal-balik, dan perjanjian lain semacam itu yang
berdasarkan kemungkinan hidup dan kematian, yang untuk itu diharuskan
mengadakan simpanan atau sumbangan tertentu atau kedua-duanya. (KUHD 286; S.
1870-64 pasal 10.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar